Thursday, January 24, 2013

Runaway Love

By Natasha Violin 

PS : Enjoy the fanfic! :) maaf sudah lama sekali kami tidak mem-post fanfic apapun di blog ini. Jika kalian sebal melihat isi fanfic di blog ini hanya itu-itu saja, mohon sekali untuk bantu mencari orang yang mau menyumbangkan fanficnya di blog ini! info lebih lanjut lihat page "SEND US YOUR FANFIC"! Thanks!

Aku melangkahkan kakiku masuk ke London Underground.
Hari ini Rabu dan semua tempat duduk di kereta terisi. Padahal ini jam 2 siang. Anak-anak masih sekolah dan orang-orang pun seharusnya masih bekerja.
Siang ini aku janji makan siang dengan temanku, Daphne di salah satu café di sepanjang Carnaby Street , salah satu jalan yang terkenal di London.
Aku sengaja berdiri di samping pintu, tempat favoritku. Aku bisa langsung keluar tanpa harus mengatakan permisi ke banyak orang.
Sejak tadi, aku merasakan pandangan aneh dari seorang cowok jangkung yang berdiri tepat dihadapanku.
Aku curiga ia copet atau semacamnya karena ia menutupi wajahnya sedaritadi. Ia mengenakan topi beanie dan kacamata. Benar-benar mirip seorang copet.
Refleks, aku mendekap tasku lebih erat lagi, takut bahwa ia benar-benar seorang penjahat yang siap menjahati diriku.
Ia semakin menatapku tajam seperti ingin memakanku , dan aku juga semakin takut dibuatnya.
Aku adalah pindahan dari Indonesia.Aku pindah kemari karena aku mendapat beasiswa di University of London. Meski sudah beberapa bulan tinggal disini, aku belum terlalu berani berbicara dengan orang-orang lokal.
Daphne pun imigran dari Amerika. Jadi kami sama-sama orang baru disini. Tetapi, tentu saja Daphne lebih mudah beradaptasi karena toh Amerika mengambil kebudayaan eropa. Ia lancar berbahasa Inggris sementara aku masih sering meleset.
Daphne bahkan jadi pusat perhatian cowok-cowok Inggris karena ia tinggi dan cantik, juga berbicara dengan aksen yang tidak aneh seperti orang British. Berbeda denganku yang campuran Batak dan India. Aku tidak terlalu tinggi dan memiliki kulit yang cokelat kehitam-hitaman. Membuatku merasa minder berjalan disebelah Daphne.
Saat kereta berhenti di stasiun Carnaby Street , aku langsung segera keluar dari kereta menjauhi cowok itu. Aku tidak bisa membayangkan ia datang menghampiriku lalu menculikku ke tempat yang tidak kuketahui sama sekali.
Sayangnya, yang kutakutkan terjadi. Ia menyentuh bahuku.
Aku ingin berteriak memanggil siapapun, tapi tangan cowok itu yang besar lebih dulu menutup mulutku.
Ia membuka kacamata nya. Rasanya aku mau berteriak dan pingsan melihat Harry Styles dari One Direction adalah cowok yang kusangka adalah penjahat berada disini, tepat dihadapanku. Bisa dibilang ia juga salah satu alasan pendukung bagiku untuk kuliah disini.
Aku pastilah berhalusinasi Harry sedang membekap mulutku! Hahaha.
"Don't scream" katanya dengan suara serak seperti ciri khasnya.
Aku mengangguk. Harry kemudian melepas tangannya dari mulutku dan memakai lagi kacamatanya.
"Kenapa kau melakukan ini?”tanyaku dalam bahasa Inggris.
“Eh, aku butuh bantuanmu” ujarnya.
"Bantuan apa?" tanyaku bingung. Seorang pop star macam Harry Styles meminta bantuan kepadaku itu agak aneh. Kami baru saja bertemu di kereta. Kami tidak saling mengenal dan ia berani meminta bantuanku. Kadang, aku tidak mengerti dengan orang barat.
Harry mengajakku berjalan keluar dari stasiun dan menjauh ke tempat yang lebih sepi lagi.
Meskipun sekarang aku sedang berjalan dengan idolaku, aku tetap takut berada di tempat sepi begini. Ia tak bermaksud macam-macam denganku kan?
Kecurigaanku semakin bertambah ketika Harry berhenti dan ia membalikkan badannya, menatapku dengan kedua mata hijaunya yang tampak lebih keren aslinya.
Ia memegang bahuku lagi. Ah! Jangan-jangan ia ingin menghipnotisku…
“Please, tolong sembunyikan aku. Aku kabur dari latihan rutinku. Manajerku menelepon berkali-kali dan ia mengancam akan menelepon polisi…”
Aku terkesiap mendengar penjelasan Harold.
Kabur? Bukan sama sekali hal yang kuharapkan akan ia katakan…
"Apa maksudmu dengan kabur? Itu hanya latihan rutin, kan?”
Harry menggeleng. “Well, manajerku merencanakan untuk membuat lagu duet dengan seorang fans. Pemenangnya adalah cewek yang dulu pernah menyukaiku di sekolah. Dan ia sangat membuatku takut. Ia menerorku berkali-kali. Ia tau nomor teleponku bahkan setelah aku sudah terkenal!”
Aku tertawa. Benar-benar tertawa karena mendengar penjelasan Harry yang lucu. Maksudku, aku kira ia cowok yang cuek, tapi ternyata aslinya ia panik dan Well, tak bertanggung jawab.
Harry tampaknya agak tersinggung melihatku tertawa. Wajahnya berubah mengeras. "Kau ingin membantuku atau tidak?”
“Maaf, aku hanya tak percaya kau melakukannya. Aku ingin membantu” kataku. Tentu saja aku ingin membantu keriting.
Harry mengulurkan tangannya yang besar itu "Harold" sambil terkekeh-kekeh kesenangan.
"Aku tau. Aku Darcy." Aku balas mengulurkan tanganku.
Ia melongo mendengar namaku. “Darcy? Serius?”
Aku terkekeh kemudian menggelengkan kepalaku. “Sayangnya bukan. Aku Nadya.”
Harry mengernyitkan dahinya. “Nadya… nama yang unik.”
Aku tersenyum mendengar Harry memuji namaku yang unik. Hanya saja ia mengejanya menjadi “Nedia” bukan “Nadia” seperti orang Indonesia.
Harry menggaruk-garuk kepalanya , rambut keritingnya itu pun bergoyang.
Dari dulu aku ingin sekali memegang rambutnya.
Aku tersenyum dengan rencana jahat di otakku. "Harold, aku bersedia membantu apapun dengan satu syarat"
“Apa?”
“Boleh aku memegang rambutmu?”
Harry memasang ekspresi bingung, tapi kemudian menyodorkan rambutnya kepadaku, mempersilahkanku memegang rambutnya.
Aku dengan semangat memainkan rambut Harry. Rasanya geli dan menggelitik di tangan. Aku senang akhirnya bisa memegang rambut Harry yang asli…
"I love your hair. Keep it" kataku berpesan.
"Yeah, aku akan menjaganya asal  kau bisa membantuku bersembunyi”
Aku mengangguk. “Well, sebenarnya aku ada janji dengan temanku di café. Café nya ada di dekat sini kok”
Harry bergumam tidak setuju. “Aku bisa mudah dikenali nanti..”
“Memangnya kau siapa sih?” Aku pura-pura memberi pertanyaan jebakan kepadanya. Aku ingin tertawa melihat Harry jadi salah tingkah.
"Uhmmmm, aku… aku… kau tau One Direction?”
“Istilah pesawat? Tiket searah?” ujarku pura-pura lagi.
Ia menarik nafas lalu menjelaskan bahwa itu adalah nama band. Ia cukup narsis juga mengatakan “band terkenal” dengan banyak fans cewek-cewek yang gila dan antusias.
Aku berakhir mengatakan bahwa sebenarnya aku tau One Direction dan aku menyukainya. Aku juga mengaku, ia adalah anggota favoritku.
Ia langsung mencubitku karena telah membohonginya.
Sambil masih bercanda, kami berjalan menuju salah satu taman di dekat sana yang jauh dari keramaian.

***
"Jadi, kau suka musik apa? Jazz? Kau seperti balerina" kata Harry sambil memakan es krimnya.
Sekarang disini lah kami berada. Di taman sambil memakan es krim kami masing-masing sembari mengobrol tentu saja.
Aku yang sedang menyesap esku penuh nikmat langsung tersedak mendengar harry kira aku ini ballerina. Yang benar saja, memangnya tubuhku lentur? Badanku kaku semua malah.
"No! aku tidak suka Jazz. Aku suka musikmu. Tunggu, aku CINTA musikmu” tuturku.
Harry menjauh sedikit dariku. Menjaga jarak. “Tapi kau tidak akan menculikku atau menjualku ke seseorang, kan?” tanyanya aneh.
Aku tertawa. "Tentu saja tidak! Aku membayangkan, dulu jika suatu saat aku bertemu denganmu aku akan kelabakan, tapi ternyata aku baik-baik saja! aku bahkan hampir putus asa karena kupikir tidak mungkin bisa bertemu denganmu”
Harry menyunggingkan senyum kepadaku. "Baguslah. Memangnya kau dulu tinggal dimana?”
“Indonesia”
“Oh. Kalau begitu mau tidak foto denganku?”
Aku melotot kaget. Foto??? Harry minta foto denganku. IA yang MEMINTA bukan aku. ARTIS nya sendiri yang meminta bukan FANS nya.
Ia melihatku, “oh tidak ingin?”
Aku menggelengkan kepalaku. "Here" Aku memberikan handphone-ku kepadanya.
Harry tersenyum jail , membuatku tak kuasa untuk tak tersenyum juga.
Ia merangkulku ke bahunya , baru kemudian menjepretnya.
"Good" Ia melihat hasil fotonya , kemudian melihatiku.
Aku mengangguk setuju dengannya.
Ia kemudian tanpa kuduga memegang lesung pipi-ku. “Aku senang kita berdua punya lesung pipi, hehehe”
Aku tersipu malu. Karena ia , aku memperhatikan lesung pipiku. Karena ia , aku bangga aku juga punya lesung pipi.
Kami berdua malah jadi foto-foto bersama. Pose aku memegang lesung pipinya ( yang dalam!) dan ia juga memegang lesung pipiku, lalu kami ber-pose muka jelek, dan terakhir Harry mencium pipiku! ARGH.
"Eh, itu bukannya Louis?" tanyaku menunjuk sosok Louis yang kukenal baik. Selain Harry , aku kebetulan juga menyukai Louis. Aku terperangah bisa melihat idolaku satu lagi dalam hari yang bersamaan dengan aku bertemu Harry. Aku jadi takut ini hanya mimpi.
Aku tak kaget jika Louis bisa disini mencari Harry. Mereka bukannya sudah seperti pasangan homoseksual?
"Jangan lihat ia, aku takut ia cuma jadi pengalih”
"Okay" ucapku menurutinya.
Untungnya Louis tidak melihat kearah kami. Ia ngeloyor pergi keluar dari taman begitu saja.
“Ia sudah pergi”
Harry tidak menjawab. Ia sedang sibuk memencet tuts ponselnya.
Harry tampak ceria membaca SMS nya. "Uh! Kurasa Louis mencariku karena ingin bilang kalau cewek yang duet dengan kita dipecat.”
"Wow, Okay"
Dalam hati aku sangat kecewa. Sebentar lagi aku akan ditinggal oleh Harry. Kapan kami bisa bertemu lagi di kota yang tidak kecil ini? Memangnya ada yah kebetulan yang kedua kalinya?
Seolah dapat membaca pikiranku , ia mengatakan sesuatu padaku.
"By the way , aku boleh tau nama twittermu?"
Aku melongo sebentar, kemudian memberikan nama twitterku padanya. Lama-lama berada di samping Harry bisa membuatku serangan jantung. Daritadi ia terus memberiku kejutan-kejutan kecil yang sangat berarti bagiku.
"Well, aku hanya bisa memberimu ini sebagai imbalan telah menemaniku”
Ia tampak asyik memainkan blackberry nya kemudian menunjukkan
sesuatu padaku. “Nih" Ia menunjukkan layar blackberrynya menunjukkan ia mem-FOLLOW ku!!!
Aku mengangguk berterima kasih. Ah, hari ini tanggal berapa? di-follow Harry bisa masuk menjadi buku sejarah hidupku! Bukankah Harry termasuk yang paling pelit mem-follow fansnya padahal ia yang paling banyak di-follow?
Ia menghela nafas lalu bangkit berdiri. "Well, kurasa aku harus pergi sekarang. Thanks sekali lagi telah menemaniku, Nadya” katanya seraya pergi meninggalkanku sendiri di taman.

***
Daphne dapat kupastikan marah besar kepadaku. Ia menunggu setidaknya 5 jam di café tempat kita janjian. Baterai handphone-nya habis, membuat ia tidak bisa menghubungiku. Sebenarnya, kami tinggal satu flat tetapi karena ia hari ini ada kelas sementara aku libur, ia langsung berangkat dari kampusnya ke tempat kami janjian.
Sebagai imbalan telah menungguku begitu lama, ia memaksaku mentraktirnya.
Aku menyerah karena gadis Amerika jika sudah marah sangat seram sekali.
Lebih baik aku terpaksa mengeluarkan uang jajanku yang tidak banyak itu daripada mendengarkan ia terus mengoceh tanpa putus.
Daphne tampak puas ia tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk makan. Sama seperti nasibku, ia juga tidak punya banyak uang di akhir bulan. Ia selalu menghabiskan uangnya di awal bulan untuk membeli baju dan makanan. Salah satu kebiasaan orang Barat yang buruk.
"Eh, kau tau tidak aku baru bertemu dengan siapa?
"Siapa? Richard?" godanya.
Richard adalah cowok Pakistan yang menyukaiku. Sebenarnya ia cukup ganteng, tapi sayangnya ia punya banyak tattoo yang membuatku il-feel setengah mati. Caranya berjalan pun tidak enak dilihat mata. Ia selalu berjalan mendongak seakan ia yang paling keren.
Aku menggeleng kencang. "Bukan”
“Lalu siapa?
“Harry Styles"ujarku enteng.
Daphne menunjukkan muka tak percaya. "Serius? Harry Styles dari One Direction begitu?"
"Tentu saja!!!” aku mulai berteriak kesenangan.
Daphne ikut berteriak. Kami sampai dilihati oleh pengunjung café yang terganggu karena kami.
Ia juga Directioner, meski ia menyukai Niall. Tetapi kurasa jika kau benar-benar seorang Directioner, mau bertemu dengan siapapun rasanya pasti ingin pingsan. Meski bukan dengan anggotanya yang kau sukai.
"Kau merokok dengan ganja yah?” tanya Daphne.
"Daphne! Aku serius! aku sedang tidak mimpi…”
"Okay, jika kau ketemu dengannya lalu mengapa kau telat LIMA JAM?” erangnya masih tidak terima ia harus menunggu lima jam. Menurutnya, ia bahkan sampai kembali ke flat dulu , mengira ada apa-apa denganku. Tetapi aku tidak ada, dan ketika sampai di café lagi, aku pun belum menunjukkan batang hidungku. Well, jangan salahkan aku Daphne.
"Hhmm, agak konyol sebenarnya. Ia memintaku untuk menyembunyikan dirinya dari manajernya a.k.a Paul dan dari teman-temannya juga”
“Memangnya kenapa? Ia mencuri? Atau dia melakukan kejahatan?”
“Tidak. Ia hanya kabur dari latihan karena Paul menerima cewek yang pernah menyukai Harry saat di sekolah dulu, sementara Harry tidak menyukainya” jelasku.
Daphne hanya mengangguk-angguk prihatin. “Lalu, apa imbalan darinya?”
Aku menoleh kekiri-kekanan memastikan tidak ada Directioners lain selain kami.
Kukeluarkan handphone-ku dan menujukkan kepadanya bahwa Harry mem-follow Twitter-ku.
Ia melongo, tidak bisa berteriak. “Wow, Nad… itu keren sekali. Selamat”
“Thanks, Daph! Aku juga masih tidak percaya… ah, aku takut ini mimpi..”
“Sayangnya, ini nyata. ARGH , KAPAN aku di-follow dengan Niall, Nadya?? Kapan?” Ia mulai frustasi.
“Maaf, jika kalian berdua berteriak sekali lagi. Saya tidak segan untuk mengusir kalian berdua keluar dari café ini” ujar sang manajer tepat di sebelah kami.
Kami berdua langsung diam. Berhenti membicarakan One Direction dan kembali fokus kepada makanan kami.
***
Harry’s POV

"Harry! Kau pikir kabur itu lucu? Kau membuat cemas kami semua” kata Paul sambil memarahiku.
“Maaf. Makannya lain kali jika kau ingin membuat rencana duet, bicarakan dulu dengan kita!” teriakku tidak senang.
"Ia baik kok, har. Dia membuatkan kita pai bahkan” timpal Niall.
Aku menatap Niall jengah.
"Shut up, she’s horrible”
"Sudahlah, dia sudah tidak disini lagi." Kali ini Liam berusaha menenangkanku.
Aku mengangguk. Masih dengan kesal, aku masuk ke dalam ruang santai tempat biasanya kami berlima berkumpul.
Di dalam sana hanya ada Louis yang sedang sibuk menonton TV.
“Hai!” sapaku.
Louis menoleh kearahku dan menepuk sofa kosong disebelahnya. Aku menurutinya dan duduk disana.
“Aku tau sebenarnya kau bersembunyi di taman, kan?” tanya Louis.
Aku mengangguk mengakuinya. “Yeah”
“Bersama dengan cewek kalau aku tidak salah liat. Ia siapa? Pacar diam-diammu yang tidak ingin kau ceritakan kepada siapapun termasuk kepada teman band-nya sendiri?” Louis menatapku lalu mematikan TV.
“Tidak! Aku baru bertemu dengannya di kereta tadi siang.”
“Oh begitu. Siapa namanya?”
Aku mengeluarkan ponselku, mencari fotoku dengan Nadya di taman tadi. Setelah berfoto dengan ponsel milik Nadya, aku meminta foto dua kali dengannya menggunakan ponselku. Aku diam-diam punya folder foto diriku dan fans. Jadi, lumayan menambah foto.
“Lihat, namanya Nadya.”
Louis mengambil ponselku dan tersenyum melihat fotoku dan Nadya. “Wow, kalian cocok sih. Wajahnya unik begitu juga dengan namanya”
“Yeah begitulah. Masa ia tadi meminta izin untuk memegang rambutku” ujarku lapor kepada Louis. Aku memang suka menceritakan kegiatan kecilku kepada Louis.
“Rambutmu memang aneh, Harry. Kau tidak meminta nomor teleponnya?”
Aku menggeleng dengan polosnya. Bodoh! Mengapa tidak terpikirkan olehku? Bagaimana jika aku ingin mengajaknya pergi? Aku cukup senang bisa mengobrol dengannya.
“Bodoh, bodoh… lalu bagaimana kalau kau ingin bertemu dengannya lagi? Membagikan selembaran begitu?” tanya Louis sok bercanda.
Aku tertawa getir, tetapi kemudian teringat bahwa tadi aku mem-follow twitternya. “Eh, aku mem-follow twitternya kok!” belaku.
“Hah! Baguslah! Hampir saja kau membiarkan peluang emas mendapatkan pacar yang mungkin bisa bertahan lama denganmu!”
“Thanks, Louis. Haruskah aku mengajaknya pergi? Kapan? Kita kan sedang sibuk sekarang…”
“Besok kita bebas, jadi kau bisa mengajaknya pergi besok. Ia tidak bersekolah kan?”
Aku mengangkat bahu karena kami tidak membahas umur sama sekali tadi.
Louis menatapku jengkel lagi. “Sudah, yang penting sekarang tanya apa dia bisa pergi atau tidak. Di DM tentu saja, jangan sekali-kali kau meng-tweetnya atau wajahmu akan berakhir di semua majalah besok”
Aku mengangguk menuruti nasehatnya. Sudah menjadi peraturan dasar menjadi artis kok. Tidak mengumbar kehidupan pribadinya di media massa.
Aku memencet tombol DM kepada Nadya, lalu mengetik “Hey Nadya, wanna go out tomorrow?”

***
"Daph... apa aku bermimpi lagi? HE ASKED ME OUT" erangku.
Daphne berteriak. Kami berdua menari-nari gembira seperti orang gila. Ah aku diajak pergi dengan Harry! Kami bisa bertemu lagi. Aduh, aku tidak ingin pergi dari negara ini.
“Besok tidak ada kuliah kan, kau?” tanya Daphne.
“Ada kuliah pun aku akan bolos, Daph!!”
Well, hanya cewek gila yang menolak ajakkan Harry Styles!!! Aku bisa melihat kampusku kapan tapi melihat Harry? Mungkin hanya dua kali seumur hidup.
"Balas, Nadya!”
Aku menurut segera membalas DM dari Harry.
"Uhm, sure. Where?"
Aku menanti balasan darinya seperti orang gila sungguhan. Aku gemas bahkan sampai mengigit bantal tempat tidurku kencang. Tak pernah rasanya aku sesemangat ini dalam hidupku.
Tidak lama kemudian terdengar notification berbunyi. Aku segera melihatnya. Dan benar saja Harry membalas.
"Wait me tomorrow in front of harrods @ 7 PM. I'll pick up u :) dress nicely , Nadya. Love"
Tanpa disuruh pun tentu aku akan dandan Harold Edward Styles!!

***
Aku sudah menunggu tiga jam di depan Harrods seperti yang dijanjikan Harry kemarin. Jalanan yang dari sangat ramai sekali sekarang mulai sepi. Harrods bahkan sudah tutup. Mungkin ini juga salah satu karma dari Daphne yang kemarin juga lelah menungguku.
Aku sudah sengaja berdandan secantik yang kubisa , karena jujur aku tak suka dandan. Aku telah memakai baju terfeminim yang pernah kupakai,
dress pink dan bolero orange ( dua warna favorit Harry ).
Tetapi penantianku sia-sia. Well, tak perlu banyak berharap. Harry pasti lupa ia ada janji kencan denganku. Lagipula aku siapa sih? Hanya cewek yang kebetulan bertemu dengan Harry. Cewek yang kebetulan dipilihnya untuk menemaninya. Jelas aku bukan Caroline Flack , yang meskipun sudah tua tetapi digossip-kan dekat dengan Harry.
Akhirnya , ketika jam menunjukkan pukul 11 malam, aku pulang kembali ke flat-ku dengan hati yang hancur.
Meski itu Harry One Direction pun aku juga punya batas kesabaran menunggu. Bagaimana pun aku tak ingin dipermainkan cowok. Termasuk dengan Harry Styles, idolaku.


***
Harry's POV

Sialan. Bagaimana bisa aku lupa punya janji dengan Nadya???
Aku sudah ingat jelas pagi tadi akan membelikannya bunga untuk kencan nanti malam.
Sayangnya , semua rencanaku mendadak terlupakan begitu saja ketika Paul menyuruhku datang ke studio. Padahal ia sudah bilang hari ini semuanya libur. Karena aku bisa dibilang vokalis utama, aku butuh rekaman lebih banyak dibanding yang lain. Jadinya, aku harus terpaksa tidak libur.
Karena terlalu asyik dengan segala hal tentang rekaman, aku tak sadar hari sudah malam. Kelewat malam bahkan.
Ketika sadar sekarang sudah menunjukkan hampir pukul 11 , aku minta izin pulang. Aku berharap sekali Nadya masih disana, walau . Bodohnya aku tidak menanyakan nomor ponselnya.
Aku sampai di Oxford Street sepuluh menit kemudian dengan hasil ngebut tentu saja.
Harapanku pupus sudah ketika melihat cewek yang kutaksir itu berjalan pergi dari Harrods , naik ke salah satu taksi...
Aku agak tersentuh mellihat dandannya. Dress pink dan bolero orange... Oh betapa bodohnya aku menyia-nyiakan gadis sepertinya!
Aku membanting setir mobilku geram. Sebagai ganti kekesalanku, aku membelokkan mobilku ke salah satu pub.
Ketika aku melihat timeline Twitter-ku, aku melihat Nadya meng-tweet sesuatu. Aku jadi semakin kesal melihatnya.

@NadyaSiahaan : Thanks for wasting my time! 4 HOURS OF NOTHING!

***
Aku menangis dalam pelukan Daphne sepanjang malam menyakitkan itu. Ia kaget melihatku pulang dengan muka sembab karena sepanjang perjalanan pulang aku menangis. Ia malah mengira aku pulang jam segini karena terlalu asyik dengan Harry, tapi ternyata karena aku menunggunya sia-sia.
“Well, tak perlu dipikirkan, Nadya. Mungkin ia benar-benar tidak bisa datang.”
“Tapi setidaknya ia bisa memberitahuku bukannya membiarkanku menunggu begitu saja..” ujarku sambil terisak.
“Itulah cowok. Brengsek”
Aku mengangguk sambil menangis.

Keesokan harinya, pagi-pagi ketika aku ingin mandi, berangkat kuliah aku melihat setidaknya ada lima DM dari Harry.
Ia mengirimnya dari semalam rupanya. Pantas aku tidak melihat karena aku sudah tidak nafsu melihat handphone-ku.

"Nadya, maaf aku tidak bisa datang. Tadi, aku ditelepon oleh studio untuk rekaman.”
"Nadya, aku tau kau marah denganku, tapi please maafkan aku L “
"Aku tidak bermaksud meninggalkanmu sampai larut malam begitu, Nad. Aku benar-benar minta maafff”
"Okay that's it. I will find where do you live!"

Aku tak merespon satu pun DM dari Harry. Aku masih sakit hati. Mungkin ia jujur mengatakan ia tak bisa datang karena rekaman, tapi ah sudahlah.
Perasaanku sedang sensitif. Dan aku sudah membulatkan hatiku aku tak akan jatuh cinta pada Harry. Biarkan ia jadi idolaku saja, tak perlu berharap banyak. Biarkan ia dengan artis cewek lain yang jauh lebih dariku.

@NadyaSiahaan : I don’t care J

“NADYAAAA” teriak Daphne dari luar sana kencang sekali. Kurasa ia baru saja membangunkan tetangga sebelah.
Aku berlari kecil kearah teriakan Daphe yang berasal dari pintu flat. Apa ada penculik di depan?
Langkahku mendadak kaku ketika melihat lima orang cowok dengan pakaian keren seperti artis berada tepat di depan flat-ku dan Daphne.
Well, kurasa aku mengerti mengapa Daphne berteriak SANGAT KENCANG.
Masih dengan pakaian tidurku, aku bertemu dengan mereka. Aku bertemu dengan idolaku dalam pakaian tidur! Hahaha…
Harry Styles memang gila. Kukira dia hanya mengancam akan mencari dimana aku tinggal.
Aku tak pernah menyebut dimana tempat tinggalku atau dimana aku kuliah, tetapi ia bisa tau dimana aku tinggal. Mungkin ia melihatku masuk dari stasiun Cleveland dan mungkin ia menyimpulkan aku tinggal disana. Hah, ia cowok pintar juga ternyata.
Harry menatapku sedih. Ia meminta izin masuk ke dalam, tetapi aku menolaknya. Biar saja ia sebentar lagi dikejar fans.
“Tutup pintunya, Daphne” pintaku.
Daphne menatapku tidak setuju. Ia memberi kode seperti mengatakan “Yang benar saja!!!”
Jika aku jadi Daphne, aku juga tidak akan menutup pintu itu. Pasalnya, Harry baru saja membuatku sakit hati. Apa iya aku begitu saja memaafkannya? Aku harus punya harga diri sedikit dong…
Aku melototinya menyuruhnya untuk menutupnya. Dengan berat, Daphne menutup pintu.
Ia berteriak di depanku dan mengatakan aku ini bodoh membiarkan One Direction pergi begitu saja.
Sementara itu, di luar sana tiba-tiba aku mendengar suara mereka menyanyikan salah satu lagu di album mereka, Everything About You.

It's everything about you, you, you. Everything that you do, do, do. From the way that we touch, baby to the way that you kiss on me. It's everything about you, you, you The way you make it feel, new, new, new, like every party is just us two, And there's nothing I could point to.. it's everything about you, you, you, everything about you, you,you, it’s everything that you do,do,do… it’s everything about you…”

Tanpa sadar aku membuka pintu flat begitu saja dan melihat Harry dengan ekspresi yang tidak bisa kuungkapkan.
Rasanya aku ingin memeluknya sekarang. Jika para pakar psikologis mengatakan bahwa cewek lebih menggunakan perasaan mereka dalam berpikir, mungkin aku setuju.
Baru dua menit lalu aku masih sakit hati dan membenci Harry tetapi selanjutnya aku sudah luluh karena ia dan teman-temannya bernyanyi untukku. Aku terharu karena aku baru saja dinyanyikan oleh One Direction, hiks… idolaku yang sebelumnya hanya bagaikan pungguk merindukan bulan bagiku. Yang sebelumnya hanyalah sebuah mimpi untukku.
“Aku minta maaf , Nadya. Aku berjanji akan mencintaimu. Apakah kau juga berjanji akan mencintaiku juga?” tanyanya dengan pandangan mata yang mampu melelehkan es di kutub sana. Aku tidak bohong.
Sambil menahan air mata, aku meringis lalu menganggukan kepalaku.
Ia memelukku dan aku balas memeluknya erat.
Sekarang aku percaya bahwa mimpi itu bisa menjadi kenyataan.

The End

No comments:

Post a Comment