Saturday, July 20, 2013

Blessing in Disguise

Juara Harapan 3 #1DFanficContest13 

by Stefani Sarilin , 18 

LILS


“Selamat malam, apa kalian sudah siap untuk  memesan?” tanya seorang pelayan kepada empat pria muda di deretan meja VIP.
 “Harry, apakah kau sudah mendapat kabar dari Liam? Ini bukan seperti Liam, tidak biasanya ia terlambat ke acara makan malam. Kau tahu, dia kan sangat tepat waktu,” kata Zayn.
“Kurasa belum. Kami sedang menunggu satu teman lagi,” jawab Niall ramah kepada pelayan itu.
“Baiklah. Kalian bisa memanggilku lagi apabila kalian sudah siap memesan,” jawab pelayan itu sopan seraya tersenyum dan berlalu dari meja One Direction di restoran Le Cercle, salah satu restoran termahal di London.
“Liam yang mengajak kita janjian makan malam di restoran ini, tapi dia sendiri yang terlambat,” gerutu Louis kesal karena sudah menunggu Liam hampir 45 menit.
“Liam baru saja mengirimkan SMS kepadaku. Guys, kurasa kita bukan hanya menunggu satu orang lagi, tapi dua. Liam mengajak seorang gadis untuk makan malam bersama kita,” seru Harry.
“Seorang gadis? Wow, Liam! Sekarang aku mengerti mengapa Liam meminta kita untuk makan malam di restoran mahal seperti ini,” ujar Louis sambil tertawa lebar.
“Tapi menurutku, kalau Liam sampai mengajak seorang gadis untuk diperkenalkan kepada kita berarti gadis ini sangat spesial untuk Liam. Dia serius dengan gadis ini,” jawab Harry santai sambil membolak-balik daftar menu.
“Kalian punya ide siapa gadis yang diajak Liam untuk bertemu kita?” Niall melempar pertanyaan.
Zayn, Harry, Louis kompak menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Niall.  
Funny thing is, aku jadi lebih tidak sabar bertemu gadis itu daripada bertemu Liam,” celetuk Zayn disambut dengan tawa lebar tiga anggota One Direction yang lain.
  “Hi guys!” sapa Liam menghampiri meja One Direction. “Aku minta maaf sekali sudah membuat kalian menunggu hampir satu jam,” ujar Liam tulus.
“Permintaan maaf diterima, Liam. Sekarang kenalkan kami dengan gadis yang berdiri di sampingmu. Dia tamu kehormatan kita hari ini kan?” ujar Niall meledek Liam. Wajah Liam langsung memerah.
Guys, ini Victoria Giggs. Dia salah seorang teman masa kecilku di Wolverhampton dan Victoria, kau mungkin sudah tahu nama-nama dari keempat temanku ini, tapi kali ini aku akan memperkenalkan mereka kepadamu secara resmi. Ini Zayn, Harry, Louis, dan Niall,” kata Liam.
“Hi, Victoria!” ujar keempat anggota One Direction kompak. Mereka kemudian beralih menatap Liam penuh arti, berharap ada kesempatan untuk meledek Liam habis-habisan.
“Hi, guys! Kalian bisa memanggilku Vika,” gadis itu mengulurkan tangannya, menjabat tangan keempat sahabat Liam.
Zayn merasa ia pernah melihat Vika beberapa hari yang lalu, tapi ia tidak ingat di mana. Apa ia salah satu teman Perrie? Ia tidak yakin juga. Zayn mengeluarkan iPhone-nya dan mulai mengetik nama ‘Victoria Giggs’ di mesin pencari Google. Ia cukup terkejut dengan hasil pencariannya. Sebuah artikel Wikipedia tentang Victoria Giggs. Zayn mulai membaca artikel itu. Victoria Giggs adalah seorang model pendatang baru di industri fashion UK. Ia lahir tahun 1995, lebih muda 2 tahun dari Liam. Tingginya 5 kaki 8 inchi. Zayn memperhatikan warna mata gadis itu, ternyata sama seperti informasi di Wikipedia, biru laut. Hal yang sedikit berbeda dari Wikipedia adalah rambut Victoria. Di artikel itu, Victoria yang terlihat di foto adalah seorang gadis brunette dengan rambut lurus panjang. Namun Victoria yang di hadapan Zayn sekarang berambut platinum blonde. Informasi terakhir yang ditunjukkan Google adalah Victoria akan tampil di peragaan busana Burberry di Paris Fashion Week minggu depan. Zayn baru ingat, ia pernah melihat Victoria 3 hari lalu di peragaan H&M busana di London, di mana Little Mix menjadi salah satu pengisi acaranya.
 Acara makan malam berlangsung lancar. Meskipun Victoria adalah seorang model, namun tidak ada kesan angkuh dari perilakunya. Ia ramah, berpengetahuan luas, dan selera humornya sangat baik. Ia tidak malu untuk tertawa lebar melihat kekonyolan yang dilakukan The Boys selama makan malam. Victoria juga mampu melontarkan lelucon-lelucon yang membuat The Boys tertawa terbahak-bahak. Mereka berenam sangat menikmati acara makan malam itu, terutama Liam. Setiap kali Victoria mengucapkan sesuatu, Harry memperhatikan mata Liam yang memandang dengan Victoria tak berkedip. Harry bisa melihat bahwa gadis ini sangat istimewa bagi Liam, sangat mudah untuk melihat kalau Liam sangat menyukai Victoria.
 “Guys, aku rasa aku harus melewatkan makanan penutup bersama kalian.  Aku harus terbang ke Paris besok pagi.  Ini sangat menyenangkan, aku harap kita bisa sering berkumpul bersama,” ujar Victoria berseri-seri. Liam sangat lega karena Victoria dan  anggota One Direction bisa akrab satu sama lain.
Have a safe flight Victoria,” kata Niall, “Aku rasa pasti kita akan sering bertemu lagi nantinya,” ia berkedip kepada Liam.
“Aku akan mengantar Victoria pulang. Kalian selamat menikmati makanan penutupnya. Ngomong-ngomong, bisakah kalian memesankan chocolate lava cake untukku nanti di rumah?” tanya Liam.
“Kalau kami ingat ya,” ledek Louis.
Liam dan Victoria baru saja membuka pintu dan melangkahkan keluar dari restoran Le Cercle. Mereka dikejutkan dengan blitz kamera dari puluhan paparazzi yang ingin mengambil foto pasangan baru ini. Paparazzi terus mengerumuni dan mendorong Liam dan Victoria. Liam menggandeng Victoria, berusaha melindunginya agar mereka tidak terpisah di tengah kerumunan paparazzi. Begitu Liam menggandeng Victoria, paparazzi bertambah gila mengerumuni pasangan ini. “Liam, Victoria, sudah berapa lama kalian bersama?” seru seorang paparazzi. Liam tidak menghiraukan pertanyaan tersebut dan terus berjalan ke mobil sambil menggandeng tangan Victoria.
Liam dan Victoria akhirnya bebas dari kejaran paparazzi setelah Liam berhasil mengemudikan mobilnya keluar dari restoran Le Cercle. Baru saja Liam menarik napas lega, tiba-tiba dari kejauhan seorang paparazzi nekad berdiri di tengah jalan dan mengambil foto dengan blitz. Liam yang saat itu sedang mengemudikan mobil dengan kencang, menginjak remnya secara mendadak, membanting setir mobilnya, berharap ia tidak akan menabrak paparazzi tersebut. Liam memang tidak menabrak paparazzi itu, tapi hasilnya mobil Liam menabrak tiang lampu jalan. Bagian depan mobil rusak berat. Liam tidak apa-apa, airbag dan sabuk pengaman menyelamatkannya dari luka benturan. Liam melihat ke samping kanannya, mengecek keadaan Victoria.  “Victoria, kau tidak apa-apa?” tanya Liam sambil mengguncang-guncang tubuh Victoria. Victoria tidak memberikan respons apapun.  Liam menyibakkan rambut Victoria dan ia melihat gadis itu pingsan dengan darah mengalir di pelipisnya.
Paramedis datang sekitar 15 menit setelah kecelakaan, mereka mengeluarkan Liam dan Victoria yang masih tidak sadarkan dari dalam mobil. Kemudian ambulans membawa Liam dan Victoria ke Royal Hospital London untuk mendapatkan penanganan lebih intensif. Victoria yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri segera dilarikan ke ruang gawat darurat. Dokter yang memeriksa Liam mengatakan bahwa kondisi Liam cukup stabil dan ia tidak perlu diopname, namun pihak manajemen Liam meminta agar Liam diopname semalam di rumah sakit demi memastikan kondisi kesehatannya.
Hanya dalam waktu beberapa jam saja, berita kecelakaan mobil yang dialami Victoria dan Liam menjadi headline berita hiburan di seluruh dunia. Account twitter media hiburan seperti @EOnline dan @PerezHilton terus memberikan update berita tentang kecelakaan Liam di setiap tweet mereka. Hashtag #GetWellSoonLiam dan #DirectionersPrayForLiam menjadi trending topic worldwide di twitter.
Keesokan paginya Harry, Zayn, Louis, dan Niall sudah berkumpul di samping tempat tidur Liam di ruang perawatan VIP. “Selamat pagi Liam!” ujar mereka penuh semangat setelah Liam membuka matanya. Liam tertawa, “Guys, mengapa kalian tidak menginap di sini semalam? Kalian kan tahu, aku tidak bisa tidur tanpa mendengar suara dengkuran Harry,” candanya. “Apa kalian sudah mendengar kabar tentang keadaan Vika?” lanjut Liam.
“Victoria baik-baik saja. Dokter sudah menangani luka di pelipisnya dengan beberapa jahitan. Kemarin ia sempat tak sadarkan diri karena shock berat,” ujar seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Pria tersebut adalah James Wilshere, General Manager Syco Records – manajemen dari One Direction.
“Hai James! Terima kasih sudah datang menjenguk,” kata Liam dari tempat tidurnya, “Lalu, di mana Vika sekarang? Aku ingin menemuinya untuk melihat keadaannya dan minta maaf  atas kejadian semalam,” lanjutnya.
“Jangan dulu Liam, Aku rasa kau belum bisa menemui Victoria sekarang, setidaknya selama 6 bulan ke depan," jawab James dengan nada serius.
 “Ada apa James? Kau bilang Victoria baik-baik saja, tapi kenapa aku baru bisa bertemu dengannya 6 bulan lagi?” Liam bertanya dengan nada tinggi.
“Kendalikan dirimu, Liam, kau sedang berbicara dengan seorang petinggi manajemen,” bisik Zayn menenangkan Liam.
“Semalam seseorang dari agensi Victoria meneleponku. Aku yakin pasti kalian semua kalau hari ini seharusnya Victoria berada di Paris melakukan pemotretan untuk Teen Vogue. Karena kecelakaan ini, Victoria tidak bisa menghadiri pemotretan dan agensi Victoria harus membayar uang ganti rugi kepada Teen Vogue,” James menghela napas panjang sebelum menyelesaikan kalimatnya, “Bagian terburuknya, agensi Victoria menganggap Liam hanya akan membawa pengaruh buruk bagi Victoria dan mereka memintaku untuk menanda tangani perjanjian bahwa setidaknya selama 6 bulan ke depan, Liam tidak akan bertemu atau melakukan komunikasi apapun dengan Victoria. Awalnya aku berpikir ini permintaan yang tidak masuk akal, tapi aku telah berbicara dengan Simon dan ia setuju untuk menanda tangani perjanjian tersebut. Aku benar-benar minta maaf, Liam. Aku tahu kau bukan orang yang seperti agensi Victoria pikir,” James mengakhiri kalimatnya dengan lirih.
“Aku bisa mengerti, James,” balas Liam datar.
“Satu hal lagi Liam, Simon memintamu untuk kembali ke Wolverhampton, beristirahat selama sebulan. Saat ini beritamu adalah target utama para paparazzi. Simon khawatir mungkin kau masih belum siap menghadapi kejaran paparazzi lagi setelah kejadian semalam. Pihak manajemen sudah setuju untuk memundurkan jadwal tur Take Me Home ke bulan depan. Apabila keadaan sudah tenang, kau bisa segera kembali muncul di hadapan publik,” ujar James.
Liam merasa permintaan agensi Victoria agar Liam menjauhi gadis itu benar-benar tidak adil karena tidak ada sedikit pun niat Liam untuk membuat Victoria celaka. Namun, Simon sudah menyetujui permintaan tersebut dan Liam tidak berani membantah keputusan Simon Cowell. Liam meyakinkan dirinya kalau ia tetap positif pasti akan ada hikmah dari masalah yang sedang dihadapinya. Liam tersenyum, berusaha keras membesarkan hatinya, “Well, aku rasa memang butuh liburan di rumah,” ujar Liam semangat.
***
Selama tiga hari pertama di Wolverhampton, Liam menghabiskan waktunya berpikir keras menemukan cara bagaimana ia bisa menghubungi Victoria. Ia mencoba menghubungi Victoria lewat telepon atau SMS, tapi sepertinya Victoria telah mengganti nomor teleponnya. Victoria juga telah memblokir Liam di facebook dan twitter-nya. Liam benar-benar frustrasi, ia harus minta maaf kepada Victoria dan menjelaskan bahwa ia tidak seperti apa yang dituduhkan oleh agensi Victoria.
“Ibu, apakah keluarga Giggs masih tinggal di ujung jalan?” tanya Liam tiba-tiba.
“Ibu rasa masih. Ada apa Liam?” ujar Karen Payne balik bertanya pada putranya yang terlihat galau berat.
Thanks, Mum! Aku akan pergi dulu sebentar,” seru Liam sambil berlari ke luar rumah. Liam berlari sejauh 200 meter dari rumahnya ke rumah keluarga Giggs. Rumah Victoria masih terlihat sama seperti terakhir Liam mengunjunginya sebelum audisi X Factor UK. Dalam pikiran Liam, di sini Wolverhampton, bukan London, tidak ada James atau orang-orang dari agensi model Victoria yang akan menghalangi Liam untuk menemuinya. Liam merasa ia harus membayar hutang permintaan maaf dan penjelasan kepada gadis itu. Liam mengetuk pintu rumah keluarga Giggs.
“Ada yang bisa kubantu?” seorang gadis membuka pintu rumah keluarga Giggs, tapi ia bukan Victoria.
“Hai, aku Liam Payne,” sapa Liam ramah.  
“Ya, aku tahu. Kau anggota One Direction itu kan?” balas gadis itu.
“Yep, kau benar, sekali” Liam tertawa kaku. “Apa Vika ada di rumah?” lanjutnya.
“Sejak Vika dikontrak oleh Wilhelmina Models, ia hampir sudah tidak pernah di rumah lagi. Kemarin Vika menelepon dari London, ia berangkat ke Milan hari ini,” jawab gadis itu lagi, “Ngomong-ngomong, aku Dianna. Kau bisa memanggilku, Didi,” ujarnya. “Secara teknis, Victoria adalah kakakku, well, kakak tiri. Ibuku menikah dengan ayah Vika 3 bulan yang lalu,” kata Didi.
“Hai, Didi. Senang berkenalan denganmu,” Liam menjulurkan tangannya, berjabat tangan dengan Didi. Secara fisik, Didi tampak sangat berbeda dengan Vika. Didi memiliki rambut pirang bergelombang dan mata hijau yang besar. Dari postur, Liam bisa menebak dengan mudah kalau Didi adalah atlet di sekolahnya.
“Ada lagi yang bisa kulakukan untukmu? Didi menawarkan bantuan.
“Kurasa tidak, tapi terima kasih, Didi. Sampai bertemu lagi,” Liam berpamitan meninggalkan rumah keluarga Giggs.
***
Selama liburan ini, Liam punya kebiasaan baru. Ia jadi lebih rajin berolahraga, terutama lari pagi. Pagi itu Liam sedang menjalankan ritual lari pagi di taman dekat rumahnya, ketika tiba-tiba kepalanya tertimpuk bola.
“Ya Tuhan, maaf sekali. Aku benar-benar tidak sengaja,” seru seorang gadis berlari kencang menghampiri Liam.
“Didi? Apakah itu kau? Sedang apa kau di sini?” tanya Liam kaget melihat Didi dengan jersey sepakbola bertuliskan ST CLAIRE’S HIGH SCHOOL dan sarung tangan kiper.
“Sekolahku akan mengadakan pertandingan amal dan banyak pencari bakat dari universitas terkenal yang hadir. Aku harus banyak berlatih supaya bisa memberikan penampilan maksimal,” jawabnya. “Terima kasih Liam. Aku tidak tahu itu kau. Kalau aku tahu, pasti aku akan menendang bolanya lebih kencang lagi,” canda Didi ketika Liam mengembalikan bolanya. Mereka berdua tertawa lepas.
“Liam, apakah kau baru saja berlari sampai London? Kau tampak sangat lelah dan ini sudah hampir pukul 12, tidak biasanya kau berolahraga selama ini,” tanya ibu Liam ketika melihatnya masuk rumah.
“Tadi aku bertemu dengan Didi di taman dan ia mengajakku bermain bola. She’s a cool girl,” kata Liam.
 “Didi? Dianna Giggs? Ya, dia anak yang baik. Dia baru pindah ke sini 3 bulan lalu. Gadis yang penuh semangat. Kau tahu, dia juga penggemar klub sepakbola West Bromwich Albion sepertimu,” ujar Karen Payne sambil menyeruput tehnya.
Liam baru saja hendak merebahkan diri ke ranjang saking lelahnya menjadi partner Didi berlatih tendangan penalti dan telepon genggamnya berdering. “What is up, Harry?” sapa Liam. “Hey, mate. Any news from Vika?” tanya Harry penasaran.
Nope. Kurasa Vika sudah mengganti nomornya dan memblokirku di account twitter dan facebook nya. Kemarin aku berbicara dengan adik Vika dan ia bilang Vika sekarang berada di Milan,” jawab Liam kecewa.
“Kau kenal dengan adik Vika? Itu bagus Liam!” kata Harry yang mendadak semangat.
“Dianna? Ya aku baru berkenalan dengannya kemarin. Apa maksudmu kalau aku kenal dengan Didi adalah hal yang bagus?” Liam balik bertanya.
“Kau bisa minta bantuan Dianna untuk menjadi perantaramu menghubungi Vika. Vika bisa saja menolak untuk melakukan kontak apapun denganmu, tapi ia tidak mungkin menolak adiknya kan?” Harry menjelaskan.
“Ah, bodoh sekali! Kenapa aku tidak memikirikan ini sebelumnya? Super sekali, Harry! Aku mengerti sekarang. Aku harus pergi, aku harus berbicara dengan Didi. Bye Harry,” Liam memutus pembicaran dengan terburu-buru.
***
“Hi Didi, it’s Liam,” Liam membuka pembicaraan dengan Didi di telepon. “Hi Liam! What’s up?” jawab Didi di seberang telepon. “Aku ingin menraktirmu makan, apakah kau ada acara malam ini?” tanya Liam dengan nada suara yang cool. “Sure, Liam. Aku selalu punya waktu untuk makan malam gratis,” jawab Didi polos.
Liam tertawa mendengar ucapan Didi, gadis itu selalu berhasil membuat Liam tertawa dengan ucapan-ucapan yang polos dan apa adanya, sesuatu yang Liam sudah lama tidak dengar setelah ia menjadi terkenal seperti sekarang. Semua orang jadi bersikap sangat hati-hati ketika mereka berinteraksi dengan Liam. “OK Didi, aku akan menjemputmu di rumah jam tujuh malam. See ‘ya!” Liam mengakhiri pembicaraan.
“This is not a date, right?” tanya Didi spontan kepada Liam sebelum masuk ke dalam McDonald’s, tempat Liam menraktirnya malam itu. “Nope. Why?” jawab Liam yang kaget mendengar pertanyaan Didi. “If I go on a dinner date with a world class celebrity, like the member of One Direction, he must take me to a fancy restaurant,” Didi tertawa lebar mengucapkan ini, tampak giginya yang menggunakan behel berwarna putih. “No Didi, it’s not a date,” ujar Liam.
 “Sebenarnya apa motifmu, Liam?” tanya Didi tiba-tiba di tengah makan malam. “Motif? Apa maksudmu?” Liam batuk-batuk tersedak Coca Cola yang sedang diminumnya. “Aku seorang  kiper, Liam. Aku dilatih untuk membaca pergerakan orang lain. Semua yang kau lakukan ini tampak sangat mencurigakan untukku,” Didi menjelaskan.
Ada jeda yang cukup lama setelah Didi mengucapkan kalimat terakhirnya. Liam menaikkan alisnya dengan canggung, menarik napas panjang, dan mulai berbicara. “OK, Didi. You got me. Sebenarnya aku ingin minta bantuanmu soal Vika. Sejak kecelakaan, aku tidak bisa menghubunginya sama sekali. Itulah kenapa aku datang ke rumahmu dan mencari Vika karena aku perlu berbicara dengannya, meminta maaf dan menjelaskan kalau aku tidak seperti apa yang agensinya tuduhkan kepadaku. Aku akan menulis penjelasanku di surat dan aku ingin kau memberikan surat itu kepada Vika. Kau mau menolongku?” kata Liam dengan nada memohon.
“Kau menyukai Vika?” tanya Didi.
“Sangat,” jawab Liam pendek.
“Baiklah aku akan menolongmu, tapi dengan satu syarat. There’s this guy in my school, named Aiden. I have a huge crush on him, tapi sepertinya Aiden menyukai orang lain, namanya Trisha. Gadis itu penyanyi solo terbaik di sekolah. Minggu depan ada talent competition di sekolah dan aku ingin kau bernyanyi denganku di kompetisi itu,” ujar Didi malu-malu.
 “Jadi ini adalah misi ‘Aiden, I’m better than that girl’?” Liam balik meledek Didi yang wajahnya memerah. Didi mengangguk dengan cepat, “Are you in or not, Liam Payne?” tanya Didi kesal. “You got a deal,” Didi dan Liam berjabat tangan menyetujui perjanjian mereka.
“Apakah kedua orang tua kalian membenci aku karena telah mencelakakan Vika?” tanya Liam. “Apakah aku terlihat seperti orang yang membencimu?” balas Didi cepat. Liam menggelengkan kepalanya. “Begitu juga dengan orang tuaku,” lanjut Didi.
***
Liam dan Didi sepakat untuk berlatih setiap hari setelah jam pulang sekolah di rumah Didi. “Hei Didi, aku tidak pernah melihat orang tuamu, ke mana mereka?” tanya Liam. “Orang tuaku sedang ke Berlin menghadiri konferensi dokter gigi tingkat dunia, tapi mereka janji akan pulang tepat waktu untuk menyaksikan penampilanku di talent competition minggu depan,” jawab Didi. “Kau sudah pilh lagu yang akan kita nyanyikan?” Liam bertanya lagi. “Yep, lagu ini,” ujar Didi sambil memperlihatkan sebuah video youtube di laptop nya. Liam melihat video itu dan tampak 2 bintang youtube Megan Nicole dan Jason Chen sedang berduet menyanyikan lagu One Thing. “Wow! Aku tidak tahu kalau One Thing bisa cocok juga dijadikan lagu duet. Aku baru melihat video ini pertama kali, tapi kurasa mereka melakukan pekerjaan yang baik mengcover lagu kami,” komentar Liam senang. “Sekarang, aku ingin mendengar kau bernyanyi,” pinta Liam kepada Didi. “Kau serius? Aku adalah penyanyi solo terburuk di dunia,” seru Didi. “Baiklah sekarang tunjukkan kepadaku seberapa buruk kau bernyanyi,” Liam memaksa.
Didi meminjam gitar yang dibawa Liam dan mulai menyanyikan lagu Taylor Swift – You Belong With Me. Suara Didi sebenarnya tidak seburuk apa yang ia gambarkan. Ia memiliki suara yang pure dan penjiwaannya juga baik, mungkin karena lagu itu juga cocok dengan situasi Didi sekarang. Didi tampak seperti Taylor Swift, tapi dengan aksen British. Liam tersenyum memperhatikan penampilan Didi, lalu ia bertepuk tangan begitu Didi selesai bernyanyi. “Well done, Dianna Swift,” puji Liam tulus.
“Oh iya Didi, aku sudah selesai menulis surat untuk Vika,” ujar Liam seraya mengeluarkan sepucuk surat dari kantong jeans nya. “Boleh aku buka suratnya?” tanya Didi. “I don’t mind,” jawab Liam santai.
Talent competition semakin dekat, Didi dan Liam pun semakin akrab. Ibu Liam benar, Didi adalah gadis yang baik dan penuh semangat. Celetukan polos Didi selalu berhasil membuat Liam tertawa. Liam senang menghabiskan waktunya bersama Didi. Sebulan lalu, Liam yakin 100% kalau perasaannya hanya untuk Victoria, namun sekarang kehadiran Didi membuat Liam meragukan perasaannya sendiri. Liam berusaha kembali fokus pada tujuan utamanya berkenalan dengan Didi, yaitu untuk memperbaiki hubungannya dengan Victoria. Lagipula, Didi dan Liam tidak akan terjadi, Didi juga sudah menyukai orang lain.
***
“Hei Didi, kau yakin kalau peraturan kompetisi memperbolehkan kau berduet dengan penyanyi profesional?” Liam menghampiri Didi yang sedang bersiap-siap di backstage. “Ayolah Liam, ini kan cuma talent competition sekolah. Satu-satunya peraturan yang harus kau taati adalah jangan mempermalukan dirimu di hadapan seluruh sekolah,” jawab Didi santai sambil merapikan rambutnya. Untuk penampilan mereka, Liam memilih mengenakan polo shirt berwarna ungu sesuai warna favoritnya, dengan sepatu Converse dan Didi mengenakan floral dress berwarna pink dengan sepatu flats. “Vika sudah membalas suratmu,” Didi memberikan sebuah amplop kepada Liam. “Berjanjilah padaku, kau baru akan membaca surat itu setelah kita tampil,” tegasnya. Liam mengangguk cepat dan segera menyimpan surat itu di saku jeans nya.
Panitia acara sudah memberikan kode kepada Liam dan Didi bahwa giliran mereka sebentar lagi. Didi dan Liam berdoa sebelum mereka mulai berjalan menuju panggung. “Kau terlihat cantik Didi,” kata Liam malu-malu sampai ia tidak berani menatap Didi. “Benarkah? Thanks, Liam. Ini sebenarnya baju Victoria,” jawab Didi tersenyum manis. “Let’s break a leg!” lanjut Didi dengan penuh semangat sambil menarik tangan Liam ke atas panggung. Liam tidak bisa melawan perasaannya untuk Didi, jantungnya berdebar kencang.
Murid-murid St. Claire’s High School yang perempuan berteriak histeris, ketika melihat Liam naik ke atas panggung. Liam adalah idola seluruh penduduk kota Wolverhampton. “Selamat malam semuanya, aku Dianna Giggs. Tentu saja kalian semua sudah kenal dengan partner duetku, Liam Payne,” kata Didi mengawali penampilannya.  Didi menyanyikan lagu “One Thing” secara akustik dengan iringan gitar Liam. Didi menyanyikan sebagian besar bagian dari lagu itu dan Liam membantu di bagian harmonisasi. Berkat latihan bersama Liam, bakat menyanyi Didi semakin terasah. Chemistry Liam dan Didi terlihat natural di panggung, mereka berdua terlihat sangat menikmati kebersamaan satu sama lain. Tepuk tangan meriah mengakhiri penampilan Didi dan Liam. Didi kaget melihat respons yang sangat positif dari para penonton. “Terima kasih banyak, Liam,” bisik Didi.
Begitu kembali ke backstage, ternyata sudah ada tamu istimewa menanti Liam dan Didi. “Niall, Louis! What a surprise!” wajah Liam langsung berseri-seri melihat kedatangan dua sahabatnya. Liam segera memperkenalkan Didi pada Louis dan Niall. “Kami juga punya kejutan lain untukmu,” ujar Niall. Louis dan Niall saling bergerak ke samping dan ternyata di belakang mereka ada Victoria. Liam langsung tersenyum lebar melihat Victoria, sedangkan Didi terlihat cemas. Didi berusaha menutupi kecemasannya dengan tersenyum canggung dan memeluk Victoria. “Vika, mengapa ayah dan ibu tidak bersamamu? Aku tidak  melihat mereka dari tadi,” tanya Didi. “Didi, mereka masih di Berlin. Kebetulan aku mendapat jatah libur tiga hari, jadi aku segera pulang ke Wolverhampton karena ingin melihat penampilan adikku. Benar kan kataku, kau sangat berbakat, Didi,” ujar Vika. “Victoria, bisakah aku berbicara sebentar denganmu?” pinta Liam dengan nada serius. Vika dan Liam segera berjalan meninggalkan Niall, Louis, dan Didi di backstage.
“Penampilan yang hebat, Dianna. Kau sangat cocok dengan Liam,” puji Louis. Didi tersenyum sopan “Terima kasih,” balasnya pendek. Mata Didi tidak berhenti memandangi Liam dan Vika yang sedang berjalan berdua keluar ruangan. “Didi, kau luar biasa!” seorang murid laki-laki datang menghampiri Didi juga. “Thank you so much, Aiden,” balas Didi datar. “Hei Didi, apakah kau tertarik menonton pertandingan Wolverhampton akhir pekan ini? Mereka akan melawan Hull City. Kau mau kan Didi? ujar Aiden setengah memaksa. “Baiklah Aiden, tapi hanya kalau kau yang traktir tiketnya,” balas Didi sambil bercanda. “Tidak masalah, Didi. Sampai bertemu besok di kelas,” katanya. Setelah Aiden pergi, Didi kembali terlihat murung. “Didi, Liam pernah cerita kepada kami sebelumnya tentang alasan kau ikut talent competition ini. Apakah tadi itu orangnya? Dia baru saja mengajakmu jalan, tapi kenapa kau malah terlihat tidak bersemangat seperti ini?” tanya Niall penasaran. “Well, anggap saja aku berubah pikiran tentang Aiden dan tujuanku mengikuti kompetisi ini,” balas Didi murung. Niall dan Louis saling bertukar pandang, sepertinya mereka tahu apa dan siapa yang menyebabkan Didi seperti ini.
“Didi, bisakah kita bicara di luar?” kata Liam dengan nada serius dan wajah yang amat tegang. Didi terlihat makin cemas, wajahnya langsung pucat. Firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Didi menatap Niall dan Louis dalam-dalam, seolah memberi kode agar mereka menolong gadis itu.
“Aku mau kau mengaku sekarang,” Liam membuka pembicaraan seriusnya dengan Didi.
“Apa maksudmu, Liam?” tanya Didi sambil tertawa menutupi rasa takutnya.
“Jangan tertawa, Didi! Ini tidak lucu. Kau telah membohongiku,” Liam terdengar sangat marah.
“Aku tidak mengerti, aku tidak pernah membohongimu,” balas Didi.
“Aku baru berbicara dengan Vika dan dia bilang ia sama sekali tidak tahu kalau ada surat dariku,” kata Liam.
“Apakah kau sudah membaca surat yang kuberikan padamu?” tanya Didi.
“Untuk apa aku membacanya? Apapun isinya, aku tidak peduli lagi karena itu hanya karanganmu. Aku benar-benar kecewa Didi, kau tega membohongi dan memanfaatkanku,” Liam setengah berteriak di akhir kalimatnya.
“Kau benar Liam, aku memang memanfaatkanmu. Tapi kau harus ingat Liam, kau duluan yang memanfaatkanku untuk menghubungi Vika. Aku hanya bersikap adil, aku membantumu dan kau membantuku. Apa itu salah menurutmu? Sekarang aku minta kau baca surat itu,” Didi balas berteriak.
Nial mulai membuka surat yang diberikan Didi dan ia terkejut sekali,“Apa maksudmu, Didi? Tidak ada tulisan di kertas ini. Kau mau aku membaca apa?” tanya Liam kesal.
“Kertas itu kosong karena Vika memang tidak pernah membalas suratmu. Dan sekarang kau masih menuduhku mengarangnya? Aku memang tidak pernah menyebutkan kalau kau mengirim surat untuk Vika. Aku sudah mencoba mengungkit dirimu dalam pembicaraan kami, tapi Vika bilang kalau ia sudah tidak ingin membicarakanmu lagi di dalam hidupnya. Vika sudah punya pacar sekarang dan ia hanya menganggapmu bagian dari masa lalunya. Sebelum kau menuduhku, berteriak-teriak seperti orang gila di halaman sekolahku, seharusnya kau membaca surat itu. Aku sudah bilang kan kalau kau bisa membacanya setelah penampilan kita,” jawab Didi. Air mata mulai mengalir dari sudut mata Didi, tapi ia tetap berusaha tenang agar suaranya tidak tercekat.
“Lalu mengapa kau tidak jujur padaku dari awal?” tanya Liam lagi.
“Aku takut kalau aku tidak berhasil mendapatkan balasan surat dari Vika, kau akan membatalkan perjanjian kita. Sebenarnya aku senang menghabiskan waktu bersamamu, Liam. Namun sekarang itu sudah tidak ada artinya lagi, perjanjian kita sudah selesai. Aku sudah memberikan balasan surat Vika kepadamu dan kau juga sudah bernyanyi bersamaku. Kau bisa meninggalkanku sekarang. Good bye Liam. Thanks for everything,” Didi mulai berjalan meninggalkan Liam. Kali ini ia tidak bisa menguasai dirinya lagi, Didi menangis terisak. Liam diam saja, ia tidak melakukan apapun, apalagi mengejar gadis itu.
“Liam, kenapa kau tidak mengejarnya? Kau membiarkan seorang gadis berjalan malam-malam sambil menangis? Apakah hatimu terbuat dari batu?” Niall mengguncang-guncangkan tubuh Liam, ia benar-benar marah melhat Liam yang tidak peka pada perasaan Didi. “Untuk apa lagi? Didi telah membohongiku dan ia sendiri yang telah mengusirku dari hidupnya,” balas Liam sengit. Niall hampir saja menonjok Liam sebelum Louis mencegahnya. “Didi, tidak berbohong, Liam. Aku sudah berbicara dengan Victoria dan apa yang dikatakan Didi itu semua benar. Victoria memang sudah punya pacar sekarang dan ia hanya mengganggap kau sebagai masa lalunya. Bahkan Victoria sendiri yang bilang kalau kau lebih cocok dengan Didi daripada dengannya,” ujar Louis. “Apabila takdir memberikanmu seorang gadis seperti Didi, aku hanya berharap kau tidak mengacaukan kesempatanmu, Liam,” Niall menasehati sahabatnya.
***
“Didi! Kau harus dengar ini, One Direction akan menjadi pengisi acara di pertandingan amal sekolah kita,” Katie berlari dengan semangat menghampiri Didi di ruang ganti pemain.
“Benarkah? Aku kira sekolah kita tidak mampu membayar honor One Direction. Mereka kan artis terkenal,” balas Didi sinis sambil mengikat tali sepatu sepakbolanya.
“Oh, Didi! Apakah ini masih karena Liam? Kejadian itu sudah sebulan yang lalu, kau harus memaafkan Liam dan melanjutkan hidupmu,” Katie menasehati Didi. “Lagipula Coach Hudson bilang mereka mau tampil di acara sekolah kita secara gratis,”lanjutnya.
Selama pertandingan Didi tidak bisa berkonsentrasi karena ia terus-menerus memikirkan kalau nanti ia akan bertemu lagi dengan Liam. Kata-kata Liam ketika terakhir kali mereka bertemu sangat menyakiti perasaan Didi. Didi bukan orang yang gampang menangis, tapi Liam telah membuat Didi patah hati. Orang-orang bilang patah hati yang pertama adalah yang terberat dan itulah yang dialami Didi sekarang. Bertemu lagi dengan Liam tidak akan membantu Didi melupakan rasa sakit hatinya.
“Fokus Didi, tim membutuhkanmu untuk menjaga gawang. Hari ini banyak pencari bakat yang datang ke pertandingan. Kau tentu tidak mau mengacaukan kesempatanmu mendapat beasiswa sepakbola di Universitas Cambridge kan?” Coach Hudson menegur Didi dari pinggir lapangan. Penampilan Didi sangat buruk hari ini, mungkin terburuk selama karirnya sebagai kiper tim sekolah. Beberapa kali gawang Didi hampir kebobolan, kalau Katie, rekan satu tim Didi yang bermain sebagai bek, tidak membantu Didi untuk menghalau serangan tim lawan.
Begitu pula ketika penampilan One Direction di jeda paruh waktu, Didi hanya duduk di kursi pemain dengan wajah muram. Seluruh pemain dan para penonton lain berteriak histeris, melompat-lompat mengikuti irama lagu “One Way or Another” yang menghentak penuh semangat. Didi tidak berhenti menatap Liam dari kejauhan. Ia belum bisa melupakan Liam, tapi rasa sakit hati Didi membuatnya bingung harus membenci atau tetap menaruh perasaan pada Liam. Didi tidak tahu kalau sebenarnya Liam juga diam-diam memperhatikan Didi dari atas panggung. Liam merasa bersalah karena telah membuat Didi yang ceria, penuh semangat menjadi seorang yang pemurung.
Pertandingan amal St. Claire High School melawan Wolverhampton State School berakhir 2-0 untuk kemenangan St. Claire. Didi yang berhasil menguasai dirinya lagi, melakukan banyak penyelamatan gemilang di babak kedua.
Didi baru saja hendak berjalan meninggalkan lapangan sepakbola seusai pertandingan, ketika ia mendengar di belakangnya sebuah suara yang tidak asing menyanyikan salah satu lagu kesukaannya.
Girl I see it in your eyes you’re disappointed
‘Cause I’m the foolish one that you anointed with your heart
I tore it apart
And girl what a mess I made upon your innocence
And no woman in the world deserves this
But here I am asking you for one more chance
Didi dengan cepat mengenali kalau itu adalah suara Liam yang menyanyikan lagu “Gotta Be You” yang memang lagu kesukaan Didi di album pertama One Direction. Meskipun Didi sangat penasaran, tapi ia tidak berani menengok ke belakang karena ia takut akan menangis apabila melihat Liam. Didi tetap terus berjalan.

Can we fall one more time?
Stop the tape and rewind
Oh and if you walk away I know I’ll fade
‘Cause there is nobody else

It’s gotta be you
Only you
It’s got to be you
Only you
Liam terdengar sangat tulus menyanyikan lagu ini, ia benar-benar menyesal atas perbuatan buruknya dan berharap Didi mau memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki keadaan. Bgitu Liam selesai menyanyikan chorus pertama, Didi berbalik dan berjalan mendekati kelima anggota One Direction. Liam terlihat sangat lega ketika Didi akhirnya berbalik arah.
“Kau mau apa, Liam?” tanya Didi dingin.
“Kurasa kau melupakan pialamu, Dianna Swift,” Liam berusaha mencairkan ketegangan Didi dengan sedikit bercanda sambil memberikan piala juara talent competition tempo hari.
Mereka berdua berhasil menjadi juara pertama, tapi Didi tidak ada waktu penyerahan piala karena ia sudah keburu pulang setelah bertengkar hebat dengan Liam.
 Didi mengambil piala itu dari tangan Liam, “Kau menyebalkan sekali, Liam Payne,” ujar Didi kesal sambil kembali berjalan meninggalkan Liam. Liam terlihat bingung, tidak mengerti apa yang terjadi. Zayn yang gregetan melihat ketidak pekaan sahabatnya segera mendorong Liam untuk berlari mengerjar Didi. Liam berlari kencang dan berhenti untuk menghalangi jalan Didi.
“Didi, aku sudah pernah membuat kesalahan besar satu kali karena tidak mengejarmu ketika kau pergi malam itu dan kali ini aku tidak akan mengulanginya. Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi. Aku benar-benar minta maaf Didi, aku sudah bersikap bodoh, egois, dan sama sekali tidak peka. Aku ingin kau memberikanku kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya, mengenalmu lebih baik, menghabiskan waktu lebih banyak denganmu. Sama sepertimu, aku juga senang bisa menghabiskan waktu bersamamu,” Liam mengatakan ini dengan mimik muka serius, wajahnya menjadi merah padam, tapi ia sudah tidak mempedulikan itu lagi, ia hanya ingin Didi mengerti maksud kalimatnya.
Didi tetap terdiam, memandangi Liam dengan tidak berkedip. Zayn, Harry, Niall, dan Louis sangat cemas menunggu jawaban apa yang akan diberikan Didi.
Didi mulai tersenyum, kemudian ia tertawa lebar, “Pidato yang bagus Liam,” ledek Didi. Liam menarik napas lega melihat reaksi Didi. Keceriaan sudah kembali menghiasi raut wajah Didi. “Jadi, kau sudah memaafkanku?” tanya Liam. Didi mengangkat alisnya, terlihat ragu-ragu sebentar, kemudian ia mengangguk dengan mantap.
“This time, no more McDonald’s, Didi. Only fancy restaurants, as you wish,” ujar Liam.
You mean, you’re going to take me on a real date?” tanya Didi ragu-ragu.
“Ada yang salah?” balas Liam takut membuat Didi marah.
“Aku berubah pikiran, aku tidak mau makan di restoran mewah. Makanannya terlalu sedikit dan table manner terlalu membingungkan. Aku tidak suka,” kata Didi polos.
Zayn, Harry, Niall, dan Louis berteriak heboh di belakang, mereka ikut bahagia melihat Liam dan Didi. “Liam, jangan lupa traktir kami juga ya? Kami kan ikut membantumu merencanakan semua ini,” ledek Zayn. Harry, Louis, dan Niall ikut memasang muka memelas berharap ditraktir Liam.
Liam tertawa lebar melihat keisengan keempat sahabatnya, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada Didi. Ia menyadari bagaimana perasaannya terhadap gadis itu. Liam memeluk Didi erat dan di benak Liam mulai muncul kilas balik bagaimana kecelakaan yang dialami Liam dan Victoria bisa membawanya bertemu dengan Dianna. Liam tersenyum mengingat semuanya lagi. Apa yang Liam yakini dari awal ternyata benar. Apabila ia tetap bersikap positif dalam menghadapi sesuatu, pasti akan selalu ada berkah tersembunyi dari setiap kesulitan. Untuk Liam saat ini, Dianna adalah hadiah terbaik yang pernah Tuhan berikan untuk dirinya.

No comments:

Post a Comment