Saturday, July 27, 2013

Bring Me To Your Heart


Finalis #1DFanficContest13

oleh Desi Dwi Wahyuni , 19

HLS


“And the last winner… For Harry’s girl… Is…. KIARA FROM INDONESIA!!!!!!”
            Kalimat yang mengalun dari radio kala itu masih melekat kuat di benak Kiara, Directioners asal Indonesia yang berhasil memenangkan kompetisi “Bring Me To 1Date 2013”. Bagaimana tidak? Mimpinya untuk bertemu dengan idolanya, One Direction sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Tidak hanya bertemu, Kiara dan empat gadis beruntung lainnya dari berbagai penjuru dunia juga akan kencan seharian dengan masing-masing personil 1D sebagai hadiah karena telah memenangkan kompetisi ini.
            Gadis manis itu kini sedang duduk sendirian di pesawat, terbang menjemput impiannya untuk bertemu lima cowok yang baginya adalah cowok-cowok paling tampan sedunia. Matanya terus mengeluarkan butiran air mata sembari memandang lautan awan di luar jendela. Dalam hati ia terus berpikir, “Is it real? Am I dreaming?”
Lalu suara-suara lain menjejali otak Kiara, membuat air matanya semakin menetes ketika mengingat kembali bagaimana kalimat-kalimat itu dulu selalu menjatuhkan harapannya.
            “You’ll never meet them!”
            “They don’t even know you’re exsist!”
            “Wake up and get a life! They’re not real!”
            “They’re celebrity! And you’re just an ordinary girl. Just stop dreaming!”
            Tapi Kiara ada di sini sekarang. Tiba di London dengan selamat dan semakin dekat dengan impiannya. Bukan, sekarang ini bukan mimpi lagi.

Sesampainya di hotel di dekat O2 Arena, tempat 1D akan menggelar konser besok malam, untuk pertama kalinya Kiara bertemu dengan pemenang-pemenang lain. Orang pertama yang menarik perhatiannya adalah seorang gadis dengan wajah hispanik yang amat sangat cantik, sampai-sampai Kiara berpikir panitia memenangkan gadis ini karena kecantikannya, bukan karena challenge yang mereka berikan.
“HIIIIIII GUUUYS!!!!!” tiba-tiba sesuatu menubruk Kiara dari belakang. Belum sempat ia menyadari apa yang terjadi, dia langsung dipeluk bersamaan dengan gadis-gadis yang lain.
 “OH MY GOD I’M SO HAPPY TO MEET YOU GIRLS! I’M SO EXCITED!” Pekik sebuah suara melengking. “Haloooo! My name is Hanna Chang, I’m from China, and I’m Niall’s girl!” Sesosok gadis berwajah oriental muncul di hadapan Kiara. Tubuhnya mungil, bahkan lebih pendek dari Kiara. Wajahnya yang tampak ramah sekaligus ceria entah bagaimana membuat Kiara merasa Hanna akan jadi teman baiknya.
“Hi! I’m Kiara from Indonesia. I’m Harry’s girl. Nice to meet you!” Kiara tersenyum sambil menjabat tangan Hanna yang putih.
“Seriously? Harry’s girl?” ujar seorang gadis yang baru saja datang sambil menarik koper yang lebih pas disebut lemari yang ditambah roda.
“I’m sorry, but I thought Harry’s girl is the hottest one, but…”Cewek pirang itu tersenyum sengak sambil menurunkan sedikit kacamata hitamnya. Mengamati Kiara dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Ah never mind! Hi, I’m Erica by the way. Louis’ girl from United States.”
“Nice to meet you all! My name is Therine. You can call me The, or Therine, whatever! And by the way, I’m going to be Mrs. Malik for three days!” kata seorang pemenang lain dengan logat Perancis yang kental.
“My name is Briza from Spain and I’m Liam’s girl. Nice to meet you girls!”
“So, we’re One Direction’s girlfriends now? AAAAAAAaaa~” Mereka berlima berpelukan erat sekali lagi seperti sekelompok sahabat yang baru saja bertemu setelah bertahun-tahun. Gadis-gadis beruntung ini bahkan meneteskan air mata karena telah berhasil mewujudkan mimpi mereka bersama-sama. Walau mereka belum pernah bertemu, tapi sebagai Directioners, mereka punya ikatan.

“Bring Me To 1Date” adalah kompetisi yang sangat istimewa. Hanya ada lima pemenang untuk masing-masing personil One Direction. Mungkin karena itu juga challenge yang diberikan untuk kompetisi ini cukup berat. Para peserta harus membuat video tentang kecintaan mereka kepada 1D yang unik dan kreatif untuk diposting ke youtube. Setelah hampir sebulan proses penjurian, akhirnya dipilihlah mereka berlima sebagai pemenang yang diumumkan di radio BBC London. Dari ratusan ribu peserta menjadi lima pemanang. Semua ini pasti sangat menguras emosi mereka bahkan setelah mereka menang.

Malam ini Kiara tidak bisa tidur. Ia terlalu takut untuk memejamkan mata. Ia tidak siap jika harus terbangun di tempat lain dan menyadari kalau ini semua hanya mimpi. Kalau benar ini hanya mimpi, Kiara tidak ingin terbangun. Tidak sebelum kisah ini berakhir.
***
Arena konser sudah dipenuhi oleh para Directioners sejak berjam-jam yang lalu, termasuk kelima orang pemenang yang menempati kursi VVIP. Tapi ini konser, apa serunya nonton konser sambil duduk? Jadi mereka berlima bersama dengan penonton yang lain meneriakkan nama idola mereka sambil mengangkat tinggi poster-poster mereka, berharap kelima cowok super tampan itu akan melihat ke arah mereka.
Teriakan semakin menjadi ketika lampu padam dan layar mulai menyala, menampilkan video pembuka yang membuat bulu kuduk merinding dan tenggorokan tercekat menahan haru. Penonton semakin tidak sabar menanti idola mereka datang. Sampai akhirnya ketika mereka benar-benar datang dan berdiri di panggung, mereka semua kompak berteriak histeris sekuat yang mereka bisa sampai tak mampu lagi bersuara. Sampai hanya tersisa air mata bahagia yang mampu mengungkapkan segala perasaan gembira sekaligus bangga melihat lima orang pemuda yang kini berdiri di puncak kesuksesan setelah perjuangan panjang yang telah mereka lalui.
Konser malam ini luar biasa dan amat sangat berkesan bagi semua orang yang ada di tempat ini. Termasuk Kiara yang baru pertama kali melihat langsung dengan jarak beberapa langkah saja idolanya dalam sosok nyata, bukannya poster. Sambil berangkulan, kelima pemenang menikmati konser sambil bernyanyi bersama. Fangirling bersama ketika salah satu dari cowok-cowok itu melambai atau sekedar menolah ke arah mereka. One Direction tidak hanya bernyanyi malam ini, tapi juga bermain, bersenang-senang, dan bercanda satu sama lain. Menyebarkan kebahagiaan kepada semua yang hadir di sini. Konser One Direction di O2 Arena London sukses besar. Selalu.
“Thank you to everyone who’s coming tonight! You guys are absolutely incredible!”
“Thank you and bye bye!”
“See you laterrrrrrr!”
***
Konser sudah usai, tapi bagi para pemenang, ini baru permulaan. Setelah konser, kelima gadis ini berkumpul di backstage untuk menanti hadiah mereka, Liam, Louis, Niall, Zayn, dan Harry. Mereka semua gugup setengah mati, termasuk juga Erica yang sejak kemarin selalu bersikap cool di depan semua orang. She loves Boo Bear so much. Mungkin karena itu juga dia selalu bergaya seperti Eleanor, pacar Louis.
Lain Erica lain juga Kiara. Ia tidak bisa tenang sejak pertama kali tiba di sini. Tangannya gemetar dan jantungnya berdetak tidak karuan. Rasanya bahagia tapi juga cemas. Ini adalah perasaan paling luar biasa yang pernah dirasakannya.
“Relax Kiara, relax.”
“I’ve tried but I can’t. I’m too nervous, Hanna!” Kata Kiara dengan suara gemetar.
“Look at me.” Hanna meraih tangan Kiara dan menggenggam tangannya. “Breath in…” Kiara memejamkan mata dan mengikuti apa yang dilakukan Hanna.
“Breath out.”
Fiuhhhhhh~
“Again. Breath in…. breath out.”
“Okay that’s good. Do it again until you feel better.”
“Breath in…. breath out. Breath in… breath out.”
“VAS HAPPENIN, LADIESSSSSS!!!”
DEG!
……..
……..
……..
……..
……..
“Oh… My… God. Kiara, you should open your eyes right… NOW! AAAAAAAAAaaaa!!!!!!” Lengkingan Hanna kini melebur bersama dengan suara riuh gadis-gadis yang histeris bertemu dengan idolanya. Kelima cowok idama itu masuk ke backstage dan langsung disambut dengan pelukan dan air mata. Ucapan syukur dan kata-kata penuh cinta mengalir keluar dari bibir gadis-gadis beruntung itu.
“Wait a minute, where’s my girl?”
Kiara sudah biasa mendengar suara serak yang dalam itu lewat CD maupun youtube. Namun ketika mendengarnya langsung, suara itu jadi terdengar seratus kali lebih memikat dan membuatnya serasa ingin lompat dari atas gedung. KYAAAAAAAA~
“I-I’m here…” Dengan kaki gemetar ia berusaha berdiri. Ketika Kiara membuka matanya, ia merasa bagai ditelan bumi. Lelaki di depannya ini, dengan tubuh tinggi besar dan otot yang menyembul dari balik lengan bajunya, rambut keritingnya yang fenomenal, dan dimples itu… semuanya nyata. Harry Edward Styles berdiri tepat di hadapannya!
“Hi! I’m Kiara, from Indonesia.” Katanya canggung sambil menggigit bibir.
“Hi! I’m Harry from Chesire.” Harry tersenyum sambil melambaikan tangannya. Astaga senyum itu…… Kiara tidak bisa menahan diri lagi. Ia pun berlari memeluk Harry.
“Oh my God you’re real! My poster’s alive! Can I hug you?!” Kiara sesengukan di dada Harry yang bidang dan tertutup t-shirt putih tipis.
“Ow, okay.” Kiara bisa merasakan tangan besar Harry melingkar di pinggangnya. “But you’re already hug me.”
“Yeah, I know.” Kiara tersenyum dalam pelukan Harry. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh Harry yang sangat luar biasa. Aroma parfum Blue de Channel tidak pernah semenakjubkan ini.
“Umm, you won’t let me go, don’t you?” Suara serak itu berbisik di telinga Kiara.
“Oh all right. I’m sorry! I’m just too excited.” Kiara melepaskan pelukannya dengan enggan. Bekas air mata yang cukup lebar menempel di t-shirt Harry.
“It’s okay babe.”
“Why you both stop? Lets hug again! Do the group hug!!!!” seru Louis yang langsung menghampiri Harry dan Kiara, diikuti oleh Zayn, Niall, dan Liam beserta keempat pemenang yang lain. Semua orang berpelukan dalam satu lingkaran besar.
“Oh my God this is amazing! You guys are so funny and easy going and amazing!” Isak Therine yang langsung disambut pelukan oleh Zayn.
“Yeah it’s like a dream come true!” tambah Kiara semangat sambil terus menatap Harry.
“Aaahh we can’t believe we can meet you all too. Thanks for struggling so hard to win this competition. You guys make me wanna cry.” Tambah Liam bangga.
Tak lama setelah pertemuan pertama itu, mereka semua larut dalam tawa, saling berbagi cerita, dan tanda tangan serta foto bersama tentunya. Kelima pemenang sudah menanti saat-saat ini sejak lama. Bukan untuk memajang foto mereka di mana-mana dan membuat Directioners lain hampir mati karena jealous, tapi hanya untuk menyimpannya sebagai kenangan indah yang tak terlupakan.
            Pertemuan di backstage itu tidak berlangsung lama karena hari sudah larut dan mereka semua harus istirahat. Desahan penuh kekecewaan dari para pemenang bergema di seluruh ruangan.
            “Don’t be mad, girls. We’re going to date tomorrow!” kata Niall meninju udara.
***
“So, what do you think about these girls, boys?” tanya Louis sebelum mereka berlima tidur.
“They’re nice. I like my girl, Hanna. She’s so unique. I like her.” Jawab Niall yang sedang bergelung dengan bantalnya. “But Liam’s girl is so damn beautiful!”
“Thank you Nialler! I know I’m lucky!” kata Liam bangga sambil mencubit pipi Niall.
“Not as lucky as I am. I got Eleanor’s twin!” sahut Louis tak mau kalah. “She’s really looks like my girlfriend!”
“Therine reminds me to Perrie too! Especially her hair. But I love my girlfriend more, of course hehe.” Tambah Zayn yang tiba-tiba nongol dari pintu kamar mandi dengan hanya memakai handuk.
“What about you, Harry? What do you think about that Indonesian girl?”
Harry yang berbaring di samping Niall memutar bola matanya. “Umm, basically, she’s cute. I like her expression when she saw me for the first time. It was cute and funny at the same time. ” Bibir Harry tertarik ke samping, menampakkan dimples unyu di kedua pipinya.
“But…”
“But what?”
“She’s just too tiny and absolutely not my type.” Kata Harry santai sambil menyelipkan bantal di bawah kepalanya.
“Oh come on Harry! She’s a winner, not your real girlfriend. Don’t expect anything!” kata Zayn yang langsung disambut anggukan setuju teman-temannya.
“Zayn’s right. Just make them all happy like they’re the luckiest girl on earth!”
“Yeah, they’re working so hard to win this. To win us.” Louis menatap Harry tajam.
“That’s why we call them best fans in the world!”
***
Pagi ini semua pemenang berkumpul di lobby hotel dengan penampilan terbaik mereka. Kiara, Hanna, Briza, Therine, dan Erica duduk dengan cemas tapi sekaligus bersemangat menanti kehadiran the boys. Di bawah kaki mereka berjejer rapi barang-barang yang mereka bawa dari tempat asal mereka sebagai hadiah untuk One Direction.
Sekitar lima belas menit menunggu, seorang security menyuruh kelima gadis beruntung itu ke luar hotel. Mereka nyaris mati di tempat ketika melihat lima orang pemuda tampan keluar dari lima mobil mewah yang berbeda di halaman hotel.
“Holy shit.” Gumam Erica sambil membekap mulutnya.
“I think I’m going to die right now.” Kiara menggenggam erat tangan Hanna ketika ia melihat cowok dengan rambut keriting spektakuler itu melepas kaca mata hitamnya sambil melangkah keluar dari mobil Range Rovernya. Bukan, dia bukan Gu Jun Pyo. Tapi Harry Edward Styles.
“Ready to go now, babe?” Tangan besar Harry terjulur ke arah Kiara yang berdiri mematung. Definitely forget to breathing.
“Yes, she’s absolutely ready! Good luck!” Hanna melepaskan genggaman Kiara dan meletakkannya di atas tangan Harry.
“Wow, your hand is so cold. Are you okay?” Mata hijau Harry memandangnya khawatir.
“NO! I-I’m okay.” Kiara tergagap. “Let’s go!”

Harry dan Kiara duduk bersebelah di dalam mobil. Kiara tidak bisa berhenti menatap Harry yang sedang sibuk menyetir. Bagaimana bisa ia menyia-nyiakan kesempatan bisa menatap langsung seorang Harry?
“I could die because of that gaze you know.” Kata Harry tersenyum sambil terus memandang ke jalan.
“Oh I’m sorry. Your face is amaze me!” Kupu-kupu di perut Kiara seketika beterbangan kesana-kemari ketika Harry tersenyum dan menampilkan dimplesnya.
“So, Kiara… What you gonna do today?”
            Harry cukup terkejut dengan permintaan Kiara akan kencannya hari ini. Ia berpikir gadis ini akan mengajaknya nonton atau makan, tapi Kiara justru mengajaknya jalan-jalan menyusuri kota London seharian. Mereka mengunjungi tempat-tempat terkenal di sana. Big Ben, jembatan Sungai Thames, Trafalgar Square, London Eye, dan masih banyak lagi. Kiara bahkan mengajak Harry berfoto bersama di salah satu phone booth sambil berpose ala cover album Take Me Home. Tidak hanya itu, Kiara juga meminta Harry bernyanyi untuknya di atas bus Double Dekker seperti di video musik “One Thing”. Baru saat tengah hari, mereka beristirahat dan makan siang di Nandos.
            “Wow, its so delicious! I never eat Nandos before.”
            “There’s no Nandos in Indonesia?” tanya Harry sebelum menggigit burgernya.
            “It’s in Jakarta, the capital city. We don’t have one in my place.” Jawab Kiara. “Harry, can I—”
            “Well excuse me? I need to go to bathroom now.” Potong Harry tiba-tiba.
            “Hmm okay.” Kekecewaan terpancar jelas di wajah Kiara.
            “I wont be long, I promise. Enjoy your lunch!” Harry mengusap pelan tangan Kiara sebelum meluncur pergi.
***
            “Hey, how’s your date, Lou?”
            “Hello, Harry? Harry? Sorry I can’t hear you. I’m watching football match now with Erica. Call you later okay byeeee!”
            “Shit!” Harry menekan tombol merah di handhone-nya dengan keras sebelum memencet beberapa nomor lagi.
            “Hello?” panggil Harry dengan suara beratnya yang khas. “Hello, Zayn where are you?”
            “Uhhmm, I’m having lunch with Perrie.” Jawab suara serak yang lain di seberang sana.
            “Perrie?!”
            “What? No! I said Therine!”
            “Ah whatever Zayn!” Harry bisa mendengar suara tawa Zayn di ujung telepon.
            “Vas happenin mate? Where’s your girl? What’s her name? Tiara?”
            “It’s Kiara.” jawab Harry lesu. “I’m so bored, you know? And extremely tired!”
            “Harry, don’t you remember what I said last night?”
            “Yes, I am. That’s why I only talk about this to you. I’m acting cool in front of her. I always smile and treat her nice. I even sang “One Thing” in Double Dekker for her!”
            “You did what?! Hold on a sec…” Tiba-tiba suara Zayn menghilang. Harry berpikir Zayn akan menutup telepon tapi kemudian ia bisa mendengar suara tawa Zayn meledak di seberang telepon.
            Baru sekitar semenit kemudian Zayn kembali, “Okay, go on!”
            “Fuck you, Zayn!” bentak Harry kesal.
            “Hahaha calm down, Bro! You know, you’re the sweetest boyfriend I ever know. After me of course.”
            “Shut up!” Keluh Harry kesal. Zayn tertawa lagi.
            “Harry, listen to me! Just make her happy. Make our fans happy.”
            “I’ve tried but I can’t! When I said shes not my type, I mean it. It’s not about the face or body or boobs… Its about anything! I am so bored with her! I’m not enjoying this date. I wish I could have Briza or Erica or even that Chinesse girl, I don’t care! I don’t want her!!!”
            “Hmm, glad you don’t want my girl, Therine because I wont give her to you haha.” Sahut Zayn. “Umm, I’m sorry Harry, but I have to go. We’re going to watch a movie. Just try to enjoy it okay? I’m leaving now, byeeee!”
            “Damn you, Zayn!”
***

Harry’s POV

            “Hey, maaf ya lama?” aku buru-buru kembali ke tempat duduk dan mendapati makananku yang sudah mendingin.
            “It’s okay.”
            “Errr… What happened to these people?” Aku mengamati sekeliling. Semua orang memandang ke arah kami. Aku tidak bisa mengartikan pandangan mereka. Tapi tatapan-tatapan itu membuatku tidak nyaman.
            “Why you ask for that?” Kiara tertawa, “You’re Harry Styles!”
            “No, it’s not like that!” sanggahku. Belum terjawab rasa penasaranku, sesuatu yang lain mearik perhatianku.
            “What happened to you cheeks?” aku menunjuk kedua pipinya yang memerah. Seketika ia langsung menempelkan kedua tangan di atasnya.
            “Aaah, I think I just cold. Udara di sini dingin banget. Di Indonesia tidak pernah sedingin ini.”
            “Are you sure?”
            “Hmm not really.” Kiara memutar kedua bola matanya. “Maybe I just blushing because I spending time with Harry Sexy Styles.”
            Aku tertawa mendengar pengakuannya. “Hmm okay then.” Aku meneruskan makan siangku dengan perasaan lega.
            “Harry?”
            “Ya?”
            “Could you please….”
Aku mendongak dan nyaris terjungkal dari kursi ketika tiba-tiba Kiara menarik sweaternya turun ke bawah, memperlihatkan bahunya hingga ke punggung bagian atas.
            “Wow wow wow, what are you doing?!” aku menjerit sebelum ia membuka semua bajunya di depan umum.
            “Hahaha calm down, Harry! Aku cuma ingin kau tanda tangan di sini kok. Kau mau kan?” Kiara menunjuk bagian belakang bahunya sambil menyerahkan spidol padaku. Oooh anak ini!
            Aku menuliskan tanda tanganku di atas kulitnya yang kecokelatan. Warna yang bagus, menurutku. Aku juga suka rambutnya yang hitam dan tebal yang ia sampirkan di sisi kiki bahunya. Dia sangat berbeda dengan gadis-gadis lain yang pernah aku temui sebelumnya. Tapi tetap saja, pendapatku masih sama. She’s not my type.
            “Done!”
            “Have you wrote your name?”
            “Should I?”
            “Yes, please?” ia menoleh sambil tersenyum.
            “Okay.” Aku pun menuliskan “Harry Styles” dan double “x” di bawah tanda tanganku.
            “Thank you so much, Harry!”
            “Are you happy today?”
            “This is the best day ever!” katanya tulus. Well, kalau begitu tugasku sudah selesai. Aku sudah membuatnya senang hari ini. Dia sudah mendapatkan hadiahnya. Kini saatnya aku mendapatkan kembali waktuku yang terbuang karena kompetisi konyol ini.
            “Tapi, aku masih ingin pergi ke satu tempat lagi…”
            Hiyaaaaa!!!!!
***
            “Kau sering ke sini?” lagi-lagi dia bertanya seperti anak kecil yang terlalu ingin tahu.
            “Hmm, begitulah.”
            “Ayo kita masuk!” ia menarik lengan bajuku dengan antusias.
            “What?!” dia membuatku terkejut lagi. “Ngapain?”
            “Berenang! Ya bikin tato laaaah! Ayo!”
            Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Kiara. Ia menarikku ke dalam tempat itu dan memohon-mohon minta dibuatkan tato. Oke, mungkin itu tidak terlalu aneh. Banyak juga kan perempuan bertato? Tapi yang membuatku harus mengerutkan kening adalah dia ingin mentato tanda tangan yang baru saja kutuliskan di belakang bahunya.
            “Semalaman aku berpikir aku harus membawa sesuatu dari sini. You know, as a gift. Juga sebagai tanda kalau kita pernah bertemu.”
            “Tapi, Kiara… Ditato itu sakit. Pertama kali aku di tato, Zayn sampai harus memegangi tanganku dan aku harus menggigit kausku saking sakitnya!”
            “But, look at you now… You have more tattoos than Zayn.” Ia tertawa. Sial! Kenapa juga sih dia harus bawa-bawa masalah itu?!
            “Tapi….”
            “It’s okay Harry. Aku pernah merasakan yang lebih sakit kok.” Kiara menggenggam tanganku, seolah-olah akulah yang harus dikhawatirkan, bukannya dia.
            Aku duduk tak jauh dari tempatnya ketika seorang pria berkepala licin mulai mengeluarkan alat-alat tatonya. Aku bisa melihat kecemasan dan ketakutan di mata Kiara. Tapi aku bisa apa? Dia sendiri yang mau. Lagi pula ini akan jadi kesempatanku untuk istirahat. Aku benar-benar lelah.
            Belum satu menit aku memejamkan mata di sofa, aku mendengar suara jeritan. Seketika aku terbangun dan tahu-tahu aku sudah berada di sisi Kiara dan memegangi lengannya.
            “I told you it’s hurt! You don’t have to do this.” Aku memberi isyarat pada pria itu untuk berhenti mentatonya.
            “No it’s fine. Aku cuma kaget kok. Please, Sir!” suara alat tato yang kembali berdengung itu mengagetkanku. Kedua mataku menyipit ketika alat itu kembali menyentuh tanda tanganku di atas kulitnya. Kiara tidak lagi bersuara. Tapi ekspresi di wajahnya menunjukkan kesakitan yang teramat sangat ketika jarum itu menggores kulitnya mengikuti tulisanku. Tak butuh waktu lama, mata Kiara pun berair.
            “You want me to talk to you?” Aku merunduk sambil menggenggam kedua tangannya yang dingin dan basah. Kupandang matanya dalam-dalam agar perhatiannya teralih padaku.
            “W-what?”
            “Mungkin kalau kita ngobrol, kamu jadi tidak terlalu merasakan sakitnya.” Jawabku pelan. “You said that you’re from Indonesia. Where exactly it is?” tanyaku memulai.
            Kiara meringis kesakitan sekali lagi sebelum menjawab pertanyaanku dengan susah payah. Tapi dengan segera perhatiannya teralih sepenuhnya kepadaku. Ia masih merintih sesekali tapi aku yakin dia baik-baik saja.
            “It’s in Southeast Asia. Letaknya di atas Australia kalau kamu lihat di peta. Ada lima pulau besar di sana.”
            “Aaaaah I know! The island that looks like a bird’s head!”
            “Yes! It’s Papua, but I’m not live in that island. But it’s a beautiful place too.”
            “Hmm, I think I have to googling it.” Aku amat lega melihat Kiara bisa tersenyum, yang artinya dia tidak terlalu merasakan sakitnya lagi. Aku terus menjejalinya pertanyaan agar kami tidak berhenti bicara atau dia akan kembali berteriak. Aku tidak melepaskan tanganku dari genggamannya.
            “How old are you?”
            “Eighteen, almost nineteen.”
            “Really? Aku kira kau masih 16 tahun.” Jawabku tak percaya melihat postur tubuh Kiara yang bagiku terlalu mungil untuk ukuran gadis delapan belas tahun.
            “Why? Because I’m cute?” She giggles. So do I.
            “Who’s your favorite member in One Direction?” tanyaku lagi. Kiara langsung tertawa. Aku jadi khawatir tatonya jadi berantakan karena dia terlalu banyak bergerak.
            “Why you ask for that? If it’s somebody else I won’t be here with you.” Kali ini tawaku benar-benar tulus dan tidak dibuat-buat. Kiara is not that bad. Dan harus kuakui dia punya senyum yang manis. Dia mungkin tidak seksi dan tidak terlalu cantik, tapi aku suka caranya tersenyum. Dan rambutnya… Aku tidak bisa tidak membayangkan jari-jariku terselip di antara helai-helai rambutnya yang tersampir dibahu kirinya.
            “I haven’t seen your video by the way. Bagaimana kau bisa menang?”
            “I sang.” Kiara tersenyum sambil memandang ke langit-langit. Sebagian dirinya tertarik ke masa-masa bagaimana gadis ini berusaha memenangkan hadiahnya. Aku.
            “Aku bernyanyi dan bermain gitar di tengah jalan di pusat kota. Aku sampai didatangi polisi lho! Tapi kakakku ternyata terus merekamku waktu itu sampai ke pos polisi. Dan ternyata polisi itu juga suka One Direction dan akhirnya kami berdua bernyayi sama-sama di tengah jalan sambil mengatur lalu lintas. It’s so embarrassing but it was fun!”
            “Wow, it’s so amazing!” Aku tak bisa menahan senyumku mendengar ceritanya. “How do you feel now, after you win this?”
            “I feel amazing.” Jawabnya singkat. “Rasanya benar-benar seperti mimpi. Setiap kali aku melihat fans yang bisa bertemu dengan kalian aku selalu merasa iri dan cemburu. Aku selalu berpikir kapan ya waktuku tiba? Kadang aku sampai menangis saat aku benar-benar ingin bertemu kalian, tapi satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah memandangi poster kalian di dinding.”
            Aku tercengang mendengar ceritanya. Fans 1D banyak juga yang punya cerita yang sama, tapi hanya sedikit yang menceritakannya secara langsung di depan mataku. Aku bisa melihat kepedihan sekaligus juga syukur di matanya karena mimpinya telah terwujud. Aku juga bersyukur karena telah mencapai posisi seperti sekarang. Beberapa tahun yang lalu aku bukan siapa-siapa. Aku hanya anak laki-laki yang bekerja di toko roti. Aku tidak populer, dan tidak ada seorang pun pernah memuji penampilanku. Tapi sekarang, gadis-gadis bisa menggila hanya dengan melihat rambutku.
            “What’s your dream?” pertanyaanku selanjutnya membuat Kiara memutar kedua bola matanya.
            “Well, nonton konser One Direction, ketemu One Direction, memeluk One Direction… Doing anything with One Direction.” Jawabnya sambil terkekeh.
            “Hanya itu?” satu alisku terangkat. “Kalau tidak ada One Direction bagaimana? Kau tidak akan punya mimpi sama sekali?” Gadis itu terdiam cukup lama, mungkin menyadari ada kebenaran di dalam pertanyaanku.
            “Aku tidak tahu.”
            “Anggap 1D tidak pernah ada. Sekarang apa keinginan terbesarmu?”
            “Aku tidak bisa membayangkannya, Harry.” Aku kecewa mendengar jawabannya.
            “Anggap aku bukan Harry.” Ekspresi di wajah Kiara menunjukkan seolah-olah tatapanku baru saja membuatnya seperti disilet-silet. “Apa keinginanmu? Apa mimpimu?”
Tapi gadis itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
            “Oke, kita mulai dari yang paling sederhana. Apa yang paling kau sukai di dunia ini?”
            “You.” Aku menepuk jidat. Kiara tertawa. “I don’t know. Drawing, maybe.”
            “Really? How much you like it?”
            “Aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk menggambar. Kadang aku sampai tidak memperhatikan pelajaran karena asyik menggambar wajah guruku atau teman-temanku. Cuma itu sih. Tidak ada yang istimewa. Semua orang juga melakukannya.”
            “No.” aku menggeleng. “Di antara semua member 1D, hanya Zayn yang bisa menggambar dengan baik.”
            “I don’t get it. What’s the point?” Aku tak bisa menyembunyikan senyum getirku.
            “Aku hanya tidak ingin gara-gara mengidolakan One Direction atau siapa pun, banyak orang jadi lupa akan mimpi dan cita-cita mereka yang sesungguhnya. Aku tidak ingin fans kami khususnya, mengatakan bahwa cita-cita mereka adalah bertemu dengan kami, padahal sebenarnya mereka bisa bermimpi lebih besar dari pada itu. Aku ingin menginspirasi orang-orang lewat musik, bukannya membuat orang-orang justru lupa bermimpi. Jujur aku sangat tersanjung dengan fans 1D yang bermimpi besar untuk bisa bertemu kami. Benar-benar mengharukan ketika kau tahu ada orang di luar sana, yang kau sendiri bahkan tidak mengenalnya, yang sangat mencintaimu dan setiap hari berharap ingin segera bertemu denganmu. Just like you.
            “Tapi mendengar jawabanmu barusan, aku merasa seperti memberi pengaruh buruk bagimu dan fans yang lain. Kami hanya bisa membuat fans kami menjerit histeris tanpa sebab, membuat mereka kehabisan uang saku untuk membeli album dan merchandise, kehabisan pulsa untuk mem-vote kami di awards, sakit hati setiap kami dekat dengan cewek, dan menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari haters. Dan parahnya lagi kami tidak bisa menghibur mereka satu per satu. It hurts me, you know?”
            “I’m sorry, Harry.” Kiara meraih tanganku.
            “Kenapa jadi kau yang minta maaf? It’s okay. Itu hanya pendapatku saja kok.” Tiba-tiba aku merasa tidak enak hati padanya.
            “But you’re right. Seharusnya aku bermimpi yang tinggi. Bermimpi untuk diriku sendiri. Aku memang penggemar berat kalian, tapi tidak seharusnya aku terlalu larut dalam dunia kalian dan lupa akan hidupku sendiri. Kau benar, Harry.” Melihat Kiara tersenyum seperti itu aku merasa lega.
            “Kau tahu, dulu aku pernah bermimpi jadi designer dan semacamnya yang bisa dilakukan dengan menggambar. Kupikir aku harus mulai kembali pada cita-cita masa kecilku itu. Terima kasih, Harry. And by the way, aku dan semua Directioners di dunia tidak keberatan kok dengan semua itu. Kami senang melakukannya. You don’t need to feel hurt.” Kiara tersenyum dan mengulurkan tangannya. Sambil terkekeh aku menggamit tangannya.
            “I really like your eyes!” seru Kiara sambil menggigit bibir. Sepertinya ia merasakan sakit itu lagi. “It’s like a doll eyes. I want to have eyes like that but that’s impossible. Beside, in my country, “green eyes” refers to people who craving for money.”
“What? No waaaay!” kami berdua tertawa lagi.
“Yeah it’s true!”
“Oh my God, I’ll wear softlense when One Direction held a gig there.”
“No, you don’t have too. We’re all love your eyes!”
“I really like your tanned skin. It’s so beautiful.” Balasku.
“And I like you.” Kiara tertawa. “Thanks for today, Harry. You’re the nicest guy I ever known.” Mata cokelat Kiara memandangku penuh arti. Aku menelan ludah. Wajah kami dekat sekali.
            “Anytime, Babe.”
            “It’s done!” Suara pria botak itu memutuskan koneksi tak kasat mata yang membentang di antara kedua pasang mata kami. Aku berdeham keras sambil menyibakkan rambutku.
            “Oh, thank you so much. It’s amazing! I like it! What do you think, Harry?” Kiara bersorak kegirangan melihat tato barunya lewat cermin yang tergantung di dinding.
            “Hmm, it looks like my sign.” Jawabku.
            “It suits you, you know!” kata pria botak itu sambil menatap hasil karyanya.
            “Ahhh let’s get out of here!” Aku meletakkan beberapa lembar pundsterling di atas meja, lalu kutarik Kiara keluar.
            “Sudah puas kan? Ayo kita kembali ke hotel!”
            “Umm, actually, not yet.” Kiara menyeringai sambil memandangku.
***
           
“Harry, where are you going?!” pekik suara merengek di belakangku.
Aku tidak peduli lagi seandainya ada kamera yang merekam kami berdua. Sama tidak pedulinya dengan kemungkinan besok fotoku akan terpampang di berbagai majalah dengan headline semacam “Harry ‘Villain’ Styles Dumped A Fan”. Gadis bernama Kiara ini benar-benar membuatku muak. Aku benar-benar lelah fisik dan juga mental karena ulahnya hari ini. Bayangkan saja, setelah dia minta dibuatkan tato, dia mengajakku pergi ke kebun binatang. Kuulangi sekali lagi, kebun binatang! Rasanya tidak perlu lagi aku menjelaskan bagaimana keadaannya di sana. A BIG CHAOS! Saking kacaunya aku sampai harus meninggalkan mobilku di sana dan kami berdua pulang dengan berjalan kaki sambil sembunyi-sembunyi. Oh God! Badanku benar-benar remuk hari ini. Mungkin otakku juga.
“Harry wait me!” aku tidak mempedulikan suara itu dan berjalan semakin cepat. Aku hanya ingin pulang dan tidur.
“Come on,” kataku malas.
“Wait, I…. Harry pleaseeee!”
“Just walk okay? I’m really tired.”
“Harryyyyy!”
“Apa lagi?!” Aku tak tahan lagi. Sambil terus berjalan aku lontarkan semua batu panas yang menyesakkan dadaku sejak tadi.
“Aku sudah memenuhi semua permintaanmu. Kita jalan-jalan keliling London seharian sampai kakiku sakit, makan siang di Nandos, menemanimu bikin tato, jalan-jalan lagi ke kebun binatang sampai tulang-tulangku hampir patah, sekarang mau apa lagi? I’m so sorry, aku tidak bermaksud marah padamu, tapi aku benar-benar lelah hari ini oke? I’m sorry but I’m not enjoying this anymore. You can mad at me or stop being a Directioner because of this, but I can’t do this anymore. I just want to end this right NOW!”
Ada hening panjang yang tidak menyenangkan setelah kata terakhir meluncur keluar dari mulutku bersamaan dengan uap akibat cuaca yang dingin. Salju turun dengan derasnya sejak kami pulang dari kebun binatang. Aku memasukkan kedua tanganku yang hampir beku ke saku jaketku tepat ketika suara berdebum itu terdengar.
            “What the hell was that?”
Ketika aku menoleh ke belakang, aku tidak mendapatkan jawaban apa pun selain seorang gadis yang tergeletak di tanah bersalju.
“KIARA?!” Aku berlari menghampirinya dan mendapati tubuhnya hampir membeku. Kiara gemetar hebat, bibirnya membiru. Uap terus keluar dari mulutnya dengan kecepatan tidak menentu setiap dia menggigil kedinginan. Aku bisa mendengar suara giginya yang bergeletuk kencang.
“Oh my God, you’re freezing!” Dia tidak menjawabku. Kulitnya yang membeku dan tidak terbungkus jaketlah yang menjawab semuanya. Aku segera melepaskan jaketku dan menyelimuti tubuhnya. Kuraih tangannya yang dingin lalu kutiupkan udara hangat dari mulutku. Dengan jarak sedekat ini aku bisa melihat wajahnya dengan amat jelas. Kedinginan dan amat menderita. Dia pasti belum pernah merasakan dinginnya salju sebelumnya.
“Haa-rrryy.”
“Yes? I’m here.” Kataku sambil terus menghangatkan jemarinya.
“I’m so cold.” Seketika itu juga tubuhnya lemas tak berdaya. Aku menahan kepalanya agar tidak terbentur ke tanah. Ia tidak pingsan tapi tak sepenuhnya sadar. Tanpa ragu aku membawanya ke dalam pelukanku.
            “It’s okay, it’s okay. You’ll be safe. Please be save.”
            Aku mendongak ke atas. Butir-butir salju yang jatuh di atas kepala kami semakin banyak. Jika kami terus berada di luar, aku juga bisa membeku.
            “Bertahanlah, oke?” Aku mengumpulkan seluruh kekuatanku dan mengangkat tubuh Kiara yang lemah karena udara dingin. Ia bergetar di dalam pelukanku. Rasa bersalah yang teramat sangat langsung menjalari seluruh tubuhku ketika melihatnya tidak berdaya di tanganku.
            “Harry, what have you done?” Gumamku penuh penyesalan.
***
            “Oh Harry, how sweet!”
“Louis, you should carry me with bridal style like Harry did!”
“Oh no, wait! Harry what happened?!”
“She’s freezing!” jawabku panik sambil terus berjalan.
“Bawa dia ke kamar!” Sahut Erica sambil menuntun kami semua ke kamar Kiara. Dia dan juga Louis mengikutiku di belakang. Di koridor kami bertemu dengan Zayn dan Therine yang sedang asyik mengobrol. Setelah melihat kami, mereka langsung berhenti dan membantuku membawa Kiara ke kamarnya.
“What happened to her, Harry?”
“She’s freezing and passed out. Louis, Zayn, help me please!” kami bertiga meletakkan Kiara di atas tempat tidur dan menyelimutinya.
“Harry, her clothes!” seru Zayn sambil menunjuk baju Kiara yang basah. “Dia bisa semakin parah kalau tidak melepaskannya.”
“I’ll do it.” Dengan cekatan Briza langsung membongkar isi tas Kiara dan mengambil pakaian kering sebelum ia menuju tempat tidur dan membuka kancing baju Kiara satu per satu.
“Umm, Harry, I think you should turn around.” Bisik Louis di telingaku.
“Oh God, sorry!” aku pun berbalik mengikuti saran Louis. Aku bisa melihat Zayn menahan tawa di sampingku. Tapi aku tidak ada waktu untuk bertanya apalagi berdebat dengannya soal ini.
“Done.”
“Thank you so much, Briza. Sekarang aku yang akan menjaganya.” Aku segera mengambil kursi kecil dengan bantalan yang empuk di sudut ruangan dan menariknya ke samping tempat tidur.
“Oookay, guys! I think we should go. She’ll be fine.” Kata Zayn. “Umm, you too, Hanna and Briza.”
“Well, I hope your room is bigger than ours.” Aku melihat Hanna mengerling pada Erica dan Therine.

Aku lega ketika melihat wajah Kiara mulai berwarna lagi. Kuletakkan tanganku di atas keningnya dan membiarkan panas tubuhku mengalir padanya. Syukurlah dia baik-baik saja. Tapi aku masih belum ingin meninggalkannya. Jadi aku memutuskan untuk tetap di sini.
Aku merogoh saku celanaku dan mengambil ponselku. Lampu merah yang berkedip-kedip menunjukkan ratusan pesan yang masuk ke sana. Mention-ku meledak lagi. Dengan malas aku menggerakkan jariku di atas screen, mencari mention-mention yang menarik selain permintaan followback atau notice yang ditulis dengan huruf kapital. Tapi bahkan mention semacam itu tidak banyak muncul kali ini. Melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat wajahku merah padam seketika. Aku hampir menghancurkan ponsel di tanganku andai aku tidak berhenti melihatnya. Aku meremas rambutku sambil menahan sakit di tenggorokanku. Lagi-lagi hal semacam ini terjadi. Kutatap wajah Kiara dengan perasaan tercabik.
Aku memutar ulang kejadian tadi siang. Ketika aku meninggalkan Kiara sendirian untuk menelepon Zayn. Ketika aku mengeluh kesal tentang kencan hari ini, sementara Kiara menerima tamparan keras di pipinya dari orang-orang yang iri dengan kemenangannya.
“BM21Date Winner Got Hit”. Kalimat itu terus merasuki diriku dan membuatku serasa terbakar. Dan foto itu, foto yang menampilkan beberapa orang fans (not real fans, I guess, just some crazy-obsessed girls) mengerjainya. Aku tidak habis pikir bagaimana orang-orang di sana tidak memberitahuku. Sekarang aku tahu kenapa mereka semua kelihatan aneh ketika aku datang.
“Kau benar-benar jahat Harry Edward Styles. Dia bersusah payah mengikuti kompetisi ini untuk memenangkan hari dimana ia bisa menghabiskan waktu denganmu, tapi kau malah membuatnya seperti ini. You really don’t deserve the best fans in the world.”
Kuangkat tanganku dan kuusapkan pada pipi kanannya. Kupejamkan mataku dan kurasakan bagaimana tamparan itu menghantamnya, tangan-tangan mencengkram erat kerah bajunya, dan umpatan-umpatan kasar tertuju padanya…

@Harry_Styles: Shame on you, fake fans! Go away! #BeOKK


Kiara’s POV

Aku terbangun karena sinar matahari yang amat menyilaukan menyerang mataku. Tidak ada orang di kamar. Aku memakai piama yang aku sendiri tidak ingat kapan memakainnya. Aku bahkan tidak ingat apa pun kecuali udara dingin yang amat menggigit dan suara Harry yang tidak jelas beberapa langkah di depanku.
“Kiaraaaaaaaaaaaaaaa!!!!!”
“Finaly you’re awake!” Hanna langsung melompat ke atas kasurku. Briza menyusul di belakangnya.
“Feeling better?” tanyanya lembut sambil menyentuh keningku.
“Ah, sayang sekali kau tidak ikut kami tadi!” otomatis Briza menyikut lengan Hanna.
“What?! It’s true!” kata Hanna protes. “Padahal hari ini hari yang paling istimewa dari Bring Me To 1Date! Semua pemenang menghabiskan waktu dengan semua personil One Direction! Percuma saja kau menang!” Hanna melipat tangannya kesal.
“I’m okay. I’ve got lot of things.” Aku tersenyum sambil menggigit bibir.
“Aaaaaaaaah!” Briza menggodaku. “Harry’s such a sweet guy right?”
“Eh?”
“Jangan pura-pura deeeh!”
“Apa sih?!”
“I think he likes you!”
“What?! NO!” seruku. “Of course not!”
“Hmm maybe not.” Kata Hanna lagi. “But he definately care about you!”
“Kalian ngomong apa sih?!” Hanna dan Briza saling berpandangan. Aku menatap mereka berdua, meminta penjelasan.
“Dia pasti belum buka Twitter deh.” Kata Briza pelan, yang langsung disambut anggukan setuju oleh Hanna.
“GUYS!” jeritku tak tahan lagi. “What happened?!”
“Okay okay…” Briza tak bisa menahan tawanya. “You tell her!”
Hanna mengambil handphone-nya dan menunjukkan sesuatu padaku beberapa saat kemudian.
“Coba lihat TTWW nomor satu!”
“Be Okay? With double K? I don’t get it.” aku memutar kedua bola mataku. Hanna dan Briza menepuk jidat.
“It’s you, Kiara!!!!! Look!”
Hanna mengklik hastag #BeOKK dan memperlihatkan deretan akun yang mengomentari dan meng-RT tweet dari sebuah akun verified, @Harry_Styles.
“’Shame on you fake fans, go away!’?”
“He tweeted about you!”
“Kami semua tahu apa yang terjadi padamu di Nandos, Kiara. Begitu juga Harry.”
“And it’s not only ‘Be Okay’ with double K. The second K is you. Be okay, Kiara… Be okay, K… BeOKK.”
Aku membeku mendengar penjelasan Hanna. Harry really tweeted that for me?!
“Kiara are you alive?” Briza melambaikan tangannya di depan wajahku.
“Of course she’s not.” Hanna tertawa. “Oh my God, Kiara you’re so lucky! After carried you with bridal style, look after you whole night long, and now tweeted for you. I should be compete for Harry’s girl next time!”
“HE DID WHAT?!” lagi-lagi aku dibuat membeku. Lalu Hanna menceritakan bagaimana kejadian semalam. Bagaimana paniknya Harry ketika aku pingsan karena beku kedinginan dan dia menjagaku semalaman sampai-samapai Hanna dan Briza harus pindah ke kamar Erica dan Therine. Oh Tuhan, kalau memang semua ini hanya mimpi, kumohon jangan bangunkan aku sekarang.
“Oke, kurasa sudah cukup fangirlingnya, sekarang kita harus bersiap-siap untuk dinner nanti malam! Oh my God, I’m so excited! I’m going to dinner with Niall aaaaahhhhhhh! I’m going to wear something sexy!” ujar Hanna semangat.
“I don’t think so. Niall seems doesn’t like sexy girl. Wear something cute. And for you, Harry’s girl… wear something sexy!” Briza mengedipkan sebelah matanya padaku.
***

Kami berlima dibawa ke salah satu hall di hotel tempat kami menginap. Aku tidak bisa berhenti meremas tangan Hanna saking gugupnya. Malam ini adalah malam sekaligus hari terakhir dari rangkaian acara Bring Me To 1Date yang telah kami menangkan. Dari mulai konser dan backstage, dating dengan personil 1D favorit, dating dengan semua personil yang baru saja aku lewatkan tadi siang, dan kali ini dinner.
Kami semua mengenakan pakaian terbaik kami. Aku sudah menyiapkan gaun dari rumah. Tidak terlalu mewah tapi menurutku cukup manis. Tapi Hanna dan Briza memaksaku untuk tidak menggunakannya. Mereka malah menyuruhku membuang gaun itu. Norak katanya. Sebagai gantinya aku memakai gaun Hanna yang menurutnya ‘manis’ dan ‘seksi’, tapi menurutku itu lebih seperti ‘berlebihan’ dan ‘kurang sopan’. Tapi mini dress  warna pink pucat bunga-bunga dengan bahu yang terbuka ini lumayan juga. Not bad. Akhirnya aku memakainya juga. Satu-satunya hal yang membuatku kurang nyaman adalah kini semua orang bisa melihat tato Harry-ku. Aku tidak tahu apakah aku harus merasa malu atau bangga. Yang kupedulikan saat ini hanyalah apa yang menanti kami di balik pintu ini.
Begitu pintu hall dibuka, yang pertama kali kulihat adalah lima malaikat berjas yang berdiri di antara meja-meja yang berhias lilin-lilin kecil yang indah. Harry berdiri di ujung kanan di samping Niall. Jas itu sangat pas di tubuhnya yang tinggi melebihi yang lainnya meskipun ia adalah yang termuda. Mata hijaunya memandangku teduh. Aku balas menatapnya seolah-olah hanya ada kami berdua di tempat ini. Oh my God, I love this guy so much!
Satu per satu the boys menghampiri kami. Mulai dari Erica, Therine, Briza, Hanna, sampai akhirnya aku. Kami berlima tidak bisa tidak menjerit kegirangan. Kami menangis melihat segala keindahan ini. Kami bersyukur bisa mengalami saat-saat ini.
Kami bersepuluh duduk bersama dalam satu meja bulat yang besar di samping pasangan kami masing-masing. Kami semua menikmati hidangan dan menikmati candaan dari semua orang. Aku tidak merasa seperti fans yang beruntung bisa bertemu idolanya malam ini. Aku merasa sedang berkumpul bersama sahabat-sahabatku. Aku tidak menyangka kelima cowok One Direction ini begitu luar biasa. Mereka bisa membuat kami merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka tanpa harus merasa seperti seorang fans yang memuja idolanya. Mereka menghargai kami sebagai manusia. That’s why I love them.
Dan Harry… aku tidak bisa berhenti memandangnya dari sudut mataku. Ia bagaikan malaikat yang turun dari langit hanya untukku. Aku bisa mencium aroma parfum Blue Channel-nya bercampur dengan aroma tubuhnya yang menakjubkan itu. Rasanya aku ingin melompat memeluk Harry dan duduk di pangkuannya. I’m so addicted to him!
“Ehm.. Ehm…” suara Louis terpaksa menarikku ke dunia nyata. Syukurlah ia melakukannya. Jika tidak, imajinasiku tentang Harry pasti akan semakin menggila.
Sambil menatap kami satu per satu, Louis mulai bicara. “Aku, Louis Tomlinson, dan keempat sahabatku… My man, my brothers… Zayn, Harry, Liam, dan juga Niall ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua yang telah berjuang dengan keras untuk kami, dari saat yang paling awal hingga hari ini. Kalian yang rela mengorbankan banyak hal, waktu, tenaga, materi, bahkan juga perasaan. Terima kasih karena kalian selalu setia mendukung kami walau apa pun yang terjadi. Kami sangat senang dan bangga bisa mencapai puncak kesuksesan bersama kalian para Directioners sejati.”
“Kalian tidak pernah berhenti membuat kami kagum, tersenyum, tertawa, bahkan menangis terharu dengan semua ulah kalian. Kami minta maaf apabila kami tidak bisa lagi sering menyapa kalian seperti dulu. Apa yang kami lakukan sekarang adalah untuk kalian semua. Kami ingin berkarya sebaik-baiknya untuk kalian. Dan kami selalu berusaha untuk membuat kalian semua tersenyum melalui musik kami. Hanya itu yang bisa kami lakukan untuk kalian semua. Aku, Liam Payne, merasa amat sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga ini, bersama keempat saudaraku dan jutaan fans kami yang tercinta…”
“Zayn Malik juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua, Therine, Erica, Briza, Kiara, dan Hanna, dan juga Directioners yang lain yang tidak bisa berada di sini bersama kita semua sekarang. Aku amat sangat menyesal tidak bisa bertemu dengan kalian semua satu per satu, tapi percayalah bahwa salah satu impian terbesar kami berlima adalah bertemu dengan kalian semua dan membuat kalian tersenyum. Sekali lagi terima kasih. Kami akan terus melakukan yang terbaik untuk kalian semua. We love you, Directioners!”
“Dan aku, Niall Horan juga ingin berterima kasih kepada Hanna khususnya, my new bestfriend, my girl. Terima kasih karena telah berjuang dengan keras hanya untuk bertemu denganku, dengan kami. Aku senang bisa mengenalmu. Dan kepada kalian semua, tiga hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku dan bagi keempat sahabatku. Terima kasihku tak kan pernah cukup untuk membalas semua yang telah kalian lakukan untuk kami.”
“So do I, Harry Styles. Aku berterima kasih sekaligus meminta maaf kepada kalian semua karena kalian harus melalui segala perjuangan ini hanya untuk bertemu kami, melihat wajah kami, menjabat tangan kami, memeluk kami. Kami merasa tidak pantas mendapatkan itu semua. Kalianlah yang membawa kami ke titik ini. Kalianlah yang membuat musik kami dikenal dunia. Kalianlah yang seharusnya menerima penghargaan, dan bukan kami. Kami sangat berterima kasih atas apa yang telah kalian lakukan dan kalian terima selama menjadi Directioners. Percayalah, aku dan the boys juga merasa sakit hati dan amat terpukul setiap kami melihat fans yang menerima perlakukan tidak menyenangkan karena mencintai kami. Kami selalu berpikir, apa yang salah dengan mencintai? Kalian semua, baik yang sedang berada di sini bersama kami, atau di luar sana yang sedang bersedih karena ingin bertemu kami, kami amat sangat menyayangi kalian dengan segenap hati kami. Kami berharap bisa memeluk kalian semua satu per satu dan berterima kasih atas segalanya… You best fans in the world.”

Aku, Hanna, Briza, Erica, Therine, kami semua membeku. Kami larut dalam kata-kata mereka. Kami tenggelam dalam air mata haru kami sendiri. Tubuh kami gemetar mendengar setiap kata yang keluar dari mulut mereka yang membuat kami merasa amat sangat berarti. Aku tidak bisa mendengar apa pun lagi selain suara sesengukan kami sendiri. Kami merasa sangat bangga menjadi bagian dari hidup mereka.
“Ooh girls please don’t cry!”
Niall memeluk Hanna, lalu Liam memeluk Briza, Zayn memeluk Therine, Louis memeluk Erica, dan setelah sebelumnya kami saling memandang dengan canggung, Harry memelukku.
“Thank you….”
“Let’s do the group hug again!!!!!” Seruan Liam otomatis membuat kami semua berdiri dan berpelukan bersama dalam satu lingkaran besar. I wont forget this moment. NEVER!
“All right guys, sekarang sudah saatnya kita menghibur gadis-gadis cantik ini!” seru Harry bersemangat.
“Let’s go boys!” sahut Louis.
“Woooo! Let’s do this!!!!” tambah Niall sambil mengepalkan tangannya.
Sementara mereka berlima berjalan menuju panggung kecil di sana, aku dan para pemenang bersorak sekencang-kencangnya. Kami hanya berlima, tapi aku merasa sedang berada di tempat konser dengan ribuan orang penonton.
“For five beautiful girls here….”
“And million beautiful people out there…”
“LET’S STAY UP ALL NIGHTTTTTTT AND LIVE WHILE WE’RE YOUNG!!!!”
           
Malam itu, kami semua bernyanyi, menari, melompat, berdansa, dan bersenang-senang bersama. One Direction menghibur kami dari atas panggung kecil itu. Mereka menyanyikan lagu-lagu favorit kami. Setelah lelah berjingkrakan bersama alunan lagu Live While We’re Young, C’Mon C’Mon, Kiss You, dan Up All Night, musik pun melembut. Little Things terdengar lewat speaker. Satu per satu personil One Direction turun dari panggung dan menghampiri kami para pemenang.
“Wanna dance with me?” sebuah tangan besar terarah padaku setelah 1D selesai bernyanyi dan digantikan oleh alunan musik yang lembut. Aku mendongak dan mendapati seorang lelaki dengan rambut keriting dan mata hijau yang menawan. Sepasang dimples menghiasi senyum lebarnya.
“I-I… But I can’t —”
“Just take my hand…” Harry meraih tanganku dan meletakkannya di atas bahunya. Aku bisa merasakan tangan Harry melingkar di pinggangku, menarikku mendekat.
“Last time I saw your face it was so pale.” Aku tidak bisa tidak tertawa mendengar pengakuannya. Pipiku pasti semerah tomat sekarang.
“Do I make you blush?”
“Harry stop it!” Aku akhirnya tertawa. Malu lebih tepatnya.
“What?”
“Stop being so cute! I can’t handle it!” Aku meleleh mendengar suara tawanya yang berat dan dalam itu. Kakiku lemas seketika.
“Aku hanya ingin memberikan kesan baik padamu sebelum kau pulang besok.”
“You already give me the best, Harry. This is the best thing in my life.”
“Maybe.” Aku melihat senyum di wajah Harry memudar. “Tapi tidak untuk yang satu ini.” ia menyentuh lembut pipi kananku dengan ujung jarinya, yang langsung ia tarik karena ia mendengarku mengerang kesakitan.
“That’s what I’m talking about. I’m sorry, Kiara.”
“Well, it’s not your fault, Harry.” Sanggahku. “Jangankan luka sekecil ini, aku rela babak belur untuk sekedar bisa melihatmu!”
Harry tercengang mendengar jawabanku. Begitu pula aku.
“Really?”
“Well… All Directioners would do that.” Aku menelan ludah. “We love One Direction so much!”
“Right. One Direction.” Harry tersenyum getir. “Thank you.”
“Ada apa?”
“Nothing. I just… I just… I just love your dress! You look so pretty in that dress.”
“Ohhh…” aku mendengus sambil melihat gaun Hanna yang ia pinjamkan kepadaku karena menurutnya gaunku jelek.
“It’s Hanna’s actually. She borrowed me this because it looks se—” Uh oh.
“What? Sexy?” Harry berkedip padaku.
“No it’s not! Menurutnya gaunku norak, jadi dia meminjamiku ini. Begitu.”
“Oh, begitu…”
“Iya begitu.”
“Begitu.” Senyuman Harry membuatku salah tingkah.

Tengggg!!!!!!
Denting yang nyaring membuat kami semua menghentikan aktifitas kami. Kulihat jam menunjukkan pukul 00.00 tepat. Pintu hall terbuka dan itu tandanya acara malam ini telah selesai. Bring Me To 1Date telah usai.
“Ohhhh come on! We’re not Cinderella!!!!”
“Yeah! We’re One Direction Bitches!”
Aku menepuk jidat melihat tingkah konyol Erica dan Therine akibat terlalu banyak minum. Tapi semua orang tertawa melihatnya.
“Well then, bye Kiara!” Harry melepaskan tanganku dan pergi bersama yang lainnya. Sekali lagi aku melihat punggung dan rambutnya bergerak menjauh. Meninggalkanku.
“Terima kasih banyak, Harry…”
***
“Oh my God, you’re so heavy! What did you eat?!” kata Hanna kesal sambil merangkul Erica dan Therine kembali ke kamar mereka.
“Thank you girls!” kata Therine setengah menjerit. Bau alkohol yang menyengat langsung menusuk hidungku.
“Kalian baik-baik saja kan?” tanya Briza memastikan mereka tidak akan terjatuh dan kemudian tertidur di koridor sampai pagi.
“Yeah we’re okay. Rite, Erica Tomlinson?” Erica menangguk lemas. Sesaat sebelum aku, Hanna, dan Briza masuk ke kamar, kami mendengar Erica berteriak, “Hey! I can’t believe you look so stunning tonight, Indonesian!”
“What did you said to her?!” tanya Therine setengah berteriak.
“You hear me, B*tch!”
“Hahahahaha yeah, how silly of me! YOU LOOK HOT, KIARA!”
“Oh come on, Therine Malik! You saw the way Harry overwhelmed tonight, right?”
“No! I saw the way Harry want to make out with her! Hahahaha.”
Suara tawa Erica dan Therine yang mulai menghilang kini berganti dengan suasana awkward yang tidak menyenangkan. Briza dan Hanna menatapku tajam. Mereka menyeringai. Tak perlu kuberitahu apa persisnya warna pipiku sekarang.
“Just come in!” Aku mendorong mereka berdua sambil menahan malu.
***
“Kiara, are you awake?”
“Uh hmm.”
“Hanna?”
“Yeps.”
“Me too.” Briza bangkit dari tempat tidur, membuatku dan Hanna terpaksa mengikutinya.
“Apakah kalian berpikir betapa beruntungnya kita semua? Bukan hanya karena kita bertemu dengan mereka tapi karena semua ini?” Briza menggerakkan tangannya dengan antusias.
“Yeah, I can’t stop thinking about that. Aku selalu berpikir ini semua hanya mimpi dan aku akan terbangun sebentar lagi.” jawabku.
“Aku benar-benar tidak percaya semua ini bisa terjadi. Tapi ini memang terjadi.” Tambah Hanna. Ia meraih tanganku dan Briza dan menggenggamnya.
“I’m feeling so lucky!”
“Tapi kukira ini semua bukan sebuah keberuntungan, tapi ganjaran atas keyakinan dan usaha kita selama ini.”
“Briza’s right. Dulu orang-orang selalu berkata padaku bahwa bertemu dengan One Direction bagaikan mimpi di siang bolong. Mereka terus menyuruhku untuk bangun dari mimpi. Tapi aku menolaknya. Aku terus berharap dan berusaha dan yakin ini semua akan menjadi kenyataan. And now, here I am!”
“Saat semua temanku bermimpi menjadi dokter, artis, pengusaha, dan lain sebagainya, aku hanya bisa berkata bahwa saat ini mimpiku yang paling jelas dan nyata adalah bertemu dengan One Direction. They laughed of course. But I think they wont laugh anymore right now.”
Kata-kata Harry waktu itu tiba-tiba terlintas di pikiranku. Dia benar. Aku harus punya mimpi yang lain. Mimpi untuk diriku sendiri. Lagi pula mimpiku yang satu ini sudah terwujud kan?
“Kita benar-benar beruntung!”
“No, we’re blessed!” Aku tersenyum sambil membalas genggaman tangan mereka.
“Aaahhhh I love you so much guys!” Tangan kami bertiga otomatis terangkat dan kami berpelukan erat. Ya, kami bersahabat sekarang.
“Please don’t forget me, guys.”
“No, we wont. Aku akan mengunjungi restoranmu kalau aku ke China nanti.”
“Really?!”
“No. Hahahaha.” Goda Briza, “But I wont forget you all! Promise we’ll never lose contact?”
“Yeah! Let’s tweeting and fangirling together!” Hanna mengambil handphonenya dan mulai mengetik sesuatu dan beberapa saat kemudian handphone-ku dan Briza berbunyi. Dan di antara hate tweets yang masih saja membanjiri mention-ku, aku tersenyum melihat tweet manis Hanna yang amat menyentuh hati.

@Hanna_Changx: The best part of this #BM21Date is not meeting them but make new friends. I love youuu @Kiaraa1D @HolaBriza @Ericaaxx @The_Mademoiselle_Malik xx

***

Tiga hari istimewaku telah berakhir. Salah satu mimpi besarku telah terwujud. Aku sudah bertemu mereka semua dan mereka tahu aku ada. Sekarang tiba saatnya bagiku dan keempat gadis beruntung yang kini telah menjadi sahabat baruku untuk pulang. Kembali ke kehidupan nyata.
Sama seperti ketika kami pertama kali bertemu, di tempat yang sama, di lobby hotel, kami menangis dan berpelukan. Saling mengucapkan salam perpisahan dan berjanji tidak akan saling melupakan. Kami juga saling bertukar benda-benda pribadi yang kami punya sebagai kenang-kenangan.
“I’m gonna miss you guys so much!” kata Therine sambil terisak. Seketika Briza merangkulnya dan ia kembali menangis. “And you, Hanna! Don’t tweet like that again please? Or I’m gonna drown in my own tears!”
Kami semua tertawa lalu berpelukan sekali lagi. Hanna benar. Yang terbaik dari semua ini memang bukan saat-saat kami bertemu dengan One Direction, tapi persahabatan ini. Inilah tujuan utama kompetisi ini, mempertemukan Directioners dari seluruh penujuru dunia.
“Kiaraaaaa! Ini untukmu.” Kata Hanna sambil memberiku tas yang berisi gaun miliknya yang kupakai tadi malam. “Aku tidak tau harus memberimu apa. Aku pikir gaun ini lebih cocok untukmu, jadi—”
“It’s perfect!” selaku. “Gaun ini akan membuatku selalu mengingat saat-saat ini. Mengingatkanku padamu. Terima kasih banyak, Hanna!” aku memeluknya erat.
            “Hey,” aku menoleh, Erica berdiri di belakangku. Dengan senyum di wajahnya, aku baru sadar kalau dia benar-benar mirip Eleanor.
“Maaf ya kalau selama ini aku kadang bersikap dingin. I like you, actually.” Begitu kata Erica sebelum memelukku hangat. “Dan terima kasih sudah membawaku dan Therine ke kamar saat kami mabuk. Erghhh benar-benar memalukan.” Ia menambahkan sambil berbisik. Aku tertawa pelan.
“It’s okay. Aku juga berterima kasih karena kau dan yang lainnya sudah menolongku waktu itu.”
“Actually, we did nothing. Harry yang menolongmu. You’re so lucky! I’m so jealous with you!” Erica meninju bahuku pelan. Aku menunduk, menyembunyikan wajahku yang memerah.
“Hi girls! Ada yang mau mengucapkan salam perpisahan pada kalian…” kata salah seorang panitia kompetisi.
Mata kami tertuju ke arah pintu di ujung sana. Begitu pintu itu terbuka kami tidak bisa melakukan apa pun selain mengeluarkan air mata lebih banyak lagi. Mereka datang.
“Aaaaaaaahhh please don’t leave us…” kata Louis sambil bergantian memeluk kami.
“Jangan khawatir, tahun depan saat 1D menggelar tour, giliran kami yang akan datang ke negara kalian.” Tambah Zayn.
“Jadi tolong kalian jangan berhenti jadi Directioners dulu.” Tambah Niall.
“NOOOOOOOO!” kami semua menjerit protes. Niall seketika menutup telinga dengan kedua tangannya. Membuat Hanna tidak tahan untuk tidak mencubit kedua pipinya.
“Don’t forget me, Niall!” Kata Hanna sambil memeluk member 1D favoritnya itu.
“Bagaimana aku bisa melupakan gadis seistimewa dirimu?” Niall melingkarkan tangannya di bahu Hanna. Aku dan pemenang lainnya memandang iri. Dari semua pasangan, Niall dan Hanna lah yang paling dekat. Mereka berdua seperti sepasang sahabat, bahkan kakak dan adik. Melihat mereka berdua melakukan toss, berpelukan, dan saling bertukar hadiah, saling mencubit pipi dan hidung, kami jadi berharap akan ada Ninna atau Haiall couple suatu hari nanti.
Aku memeluk semua personil 1D satu per satu. Tapi pelukan Harry lah yang terbaik. Dan ketika pelukan itu berakhir aku merasa ada yang hilang. Apakah aku akan bertemu dengannya lagi? Apakah ia akan mengingatku? Ah, jangan bodoh, Kiara. Harry itu artis dan dia punya banyak teman wanita. Tentu saja dia akan cepat melupakanmu.
“Bye guys!” Dengan enggan aku melangkah pergi bersama keempat pemenang, meninggalkan lima orang lelaki yang telah membuat hidup kami jungkir balik.
“Goodbye.”

***

Harry’s POV

Tidak. Ini tidak benar. That’s it? Semuanya hanya akan berakhir seperti ini, setelah semua yang telah terjadi? Kencan yang melelahkan, phone booth, One Thing, Nandos, tato, kebun binatang, Kiara yang dipukuli, Kiara yang terjatuh di salju, Kiara yang membuatku khawatir, Kiara yang membuatku tidak bisa tidur, Kiara yang terlihat sangat cantik di pesta, Kiara yang membuat perasaanku jungkir balik selama beberapa hari terakhir…
Tidak bisa seperti ini.
“Harry where are you going?!”
Aku terus berlari tanpa mempedulikan panggilan-panggilan di belakangku. “KIARA WAIT!!” panggilku. “Wait! Wait me please! Wait!” Aku menarik tangannya. Ia berbalik dan menampakkan wajah heran. Dia terkejut melihat Harry Styles yang sedang ngos-ngosan berdiri di depannya.
“Ada apa, Harry?”
“Harry?”
“Harry are you okay?”
Aku tidak memberikannya jawaban apapun selain pelukan. Pelukan yang amat sangat erat. Begitu eratnya di kedua tanganku seolah tak mungkin dilepaskan lagi. Kuletakkan kepalanya tepat di dadaku agar ia bisa mendengar detak jantungku yang tidak karuan, sementara kubenamkan wajahku di rambutnya yang amat kusukai.
“Don’t leave me!”
“But, Harry… I have to go.”
“Yeah, I know. I just wanna say that words.” Bisikku tepat di telinganya. Tanganku masih melingkar, bahkan lebih erat lagi. Kurasakan tangannya ragu-ragu melingkar di pinggangku.
“Maaf kalau semua ini tidak berjalan seperti apa yang kau harapkan. Kau sudah berjuang begitu keras dan hanya ini yang kau dapat. Seharusnya aku bisa memberimu yang lebih baik. I’m really sorry.”
“No, it’s not.” Protesnya. “Serius deh, tiga hari ini adalah —”
“Best days in your life?” tanyaku sambil melepaskan pelukanku. Aku menatap sepasang mata cokelat yang indah itu, yang bahkan lebih indah dari milik Zayn. I’m captivated by her.
Tiba-tiba terlintas di kepalaku untuk memberikan sesuatu padanya. Sesuatu yang akan membuatnya terus teringat padaku. Jadi aku melepaskan beanieku, mengacak rambutku sejenak, lalu memakaikannya ke Kiara.
Beanie itu tampak kebesaran di kepalanya yang mungil. Kurapikan rambut di sekitar wajahnya, dan ia tampak sempurna.
“Wow, it suits you.” Aku tersenyum melihat gadis manis di hadapanku yang bingung setengah mati dengan apa yang baru saja kulakukan.
“Ini apa?” tanyanya polos.
“Hanya kenang-kenangan dariku. Well, selain tato itu tentunya.” Kiara tidak bisa menyembunyikan tawanya. Sambil menggigit bibir dia memperbaiki posisi beaninya. Oh my God, she’s so cute!
“Thank you for everything, Harry!”
“No, thank you for everything.” Aku menggeleng sambil tersenyum padanya. “And umm, I’m going to meet you soon, I promise.”
“What?! How—”
Kenapa sih dia harus selalu banyak bertanya? Sebelum Kiara membuatku semakin gemas kuletakkan jariku di dagunya dan membawanya mendekat perlahan. Lalu kudaratkan bibirku ke pipinya yang dekat ke bibir.
Hangat. Itulah yang kurasakan selama beberapa detik yang bagiku bagai selamanya. Kehangatan itu kemudian mengalir dari bibir ke seluruh tubuhku. Membuat hatiku jungkir balik lagi. Maybe she’s not my type but she’s really something.
“Can you just shut up and wait for me?”
“A-Aku tidak keberatan kok, walaupun harus menunggu seumur hidup.”
Tanpa mempedulikan the boys yang melompat-lompat kegirangan, atau gadis-gadis pemenang yang menjerit, aku tersenyum sambil membiarkan jari-jariku menelusuri rambut Kiara yang kusukai.

***

A Year Later

“INDONESIA!!!! Do you have a good time?!”
“You guys are absolutely incredible!!!”
“Best fans in the world, all of you!”
Teriakan histeris para penggemar boyband paling fenomenal abad ini menggema di seluruh arena konser. Kelima pemuda tampan dan bertalenta itu berhasil membuat fansnya di Indonesia mendapatkan malam terbaik mereka. Setelah penantian bertahun-tahun, akhirnya One Direction menginjakkan kaki di tanah air.
“Thank you so much, Indonesia, thank you! This place is really amazing! And Indonesian Directioners are so…. Aaargh!” ketika Harry mengepalkan tangannya kehilangan kata-kata, semua penonton bersorak.
“Awwwh Harry!” Niall menggoda Harry dengan menunjuk-nunjuk dimplesnya.
“Harry is now galau everybody!” histeria semakin tidak terkendali ketika Zayn mengucapkan kata ‘galau’ yang pernah popular di Indonesia itu.
“Thank you, Zayn.” Sahut Harry setengah kesal. “Aku memang punya kenangan pribadi tentang Indonesia. It was a year ago. Aku pernah berjanji pada seseorang aku akan berada di sini suatu hari nanti untuknya.”
Penonton bergemuruh lagi. Mereka tau siapa yang Harry maksud. Semua orang tahu. Mungkin karena itu dia tidak datang malam ini.
“I don’t know where are you now, are you coming or not, but I just wanna say that this song is special for you…”
Suara gitar Dan Richards mulai mengalun. Lampu meredup. Liam, Niall, Louis, Zayn, dan Harry mengambil posisi. Mereka siap bernyanyi lagi.

Cant belive you’re packing your bags
Trying so hard not to cry
Had the best time
And now it’s the worst time
But we have to say goodbye…

Harry merasa ditarik kembali ke masa itu. Masa dimana ia bertemu seorang gadis yang teramat istimewa. Hari-hari terbaik seumur hidupnya. Lagu ini seolah memang dibuat untuknya. Harry pun bernyanyi sepenuh hati.

Don’t promise that you’re gonna write
Don’t promise that you’ll call
Just promise that you
Wont forget we had it all

Harry menutup matanya sejenak. Dan ketika membukanya ia tidak melihat lautan penonton, atau lampu, atau panggung, atau teman-teman dan bandnya. Namun Harry melihat salju. Harry melihat seorang gadis yang terbaring di atas tanah putih yang dingin. Harry memeluk gadis itu. Menjaganya.
“Please be safe…”

Cause you were mine for the winter
Now we know its nearly over
Feels like snow in September
But I always will remember
You were my winter love
You always will be my winter love….

***
           
            Harry sedang bersiap meninggalkan arena konser ketika ia menerima heart attack saat melihat seorang gadis dengan beanie warna biru donker berdiri kebingungan di backstage. Dengan tangannya yang mungil ia memegang sebuah poster besar dengan gambar seorang cowok berambut keriting yang mirip Harry. Dalam hati Harry bertanya tanya, “Is it real? Am I dreaming?”
            “Kiara?” dan gadis itu menoleh.
            Harry kehabisan kata. Bahkan mungkin juga napas. Ia menjatuhkan tas yang dibawanya dengan keras ke sudut ruangan agar dia bisa segera berlari ke dalam pelukan Kiara secepat mungkin.
            “Is that you? Is it really you?! I’m not dreaming right?” Harry melepaskan pelukannya untuk melihat wajah Kiara dengan seksama. Masih bukan tipenya.
“Harry, yang seharusnya fangirling itu aku…” ujar Kiara menahan tawa. Harry tergelak dan kembali memeluknya. Tidak ada kata-kata “I miss you” dari mulut keduanya. Satu pelukan hangat sudah cukup untuk menggambarkan kerinduan yang menggebu di antara mereka berdua.
“Security yang menarikku ke sini. Bodohnya, aku sempat berpikir kau yang…”
“No, I didn’t!” potong Harry tak habis pikir. “Aaaaahhhh! The boys!” Kiara tertawa melihat tingkah Harry yang menginjak-nginjak tanah karena kesal.
Memang mereka yang melakukannya. Ketika mereka tahu akan ada tour ke Indonesia, Harry langsung histeris dan tidak sabar ingin segera pergi. Selama perjalanan ke sini di pesawat Harry tak henti-hentinya membicarakan Kiara. Seperti apa dia sekarang? Apakah dia akan pergi menonton konser? Apakah dia masih menyukai Harry? Atau apakah dia masih menyukai 1D atau bahkan sudah tidak peduli? Sadar sedang diperhatikan, Harry pun salting dan mengalihkan pembicaraan sambil berdeham keras.
“Apa kabar kau, Winner? Long time no see.” Harry nyengir.
“Aku baik.” Jawab Kiara malu-malu sambil menggulung posternya. “Walaupun tidak pernah sebaik tahun lalu di London.”
“Hahah yeah it was a great time.” Harry mengangguk setuju.
“I wanna thanks to you, by the way. Karena omonganmu soal bermimpi untuk diri sendiri waktu itu, aku jadi sadar. Aku sadar aku juga punya kehidupan lain yang juga harus aku pikirkan. Aku harus mengejar apa yang benar-benar jadi keinginanku. Sekarang aku sedang melakukannya, Harry.”
“What? Really?”
“Ya. Sekarang aku sudah kuliah di jurusan design. Beberapa kali aku ikut lomba dan menang. Beberapa karyaku juga sudah dipakai. Kalau bukan karena kau, aku pasti masih jadi orang yang biasa-biasa saja tanpa ada impian yang harus dikejar. Sekarang aku benar-benar ingin menjadi seorang designer professional, Harry!” cerita Kiara semangat.
“That’s good.” Harry tersenyum. “Mungkin nanti kau bisa mendesign kostum spesial untuk kami.”
“Woaahhh! That would be amazing!” seru Kiara kagum membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. BM1Date benar-benar sesuatu bagi Kiara. Tidak hanya bertemu 1D dan empat sahabat baru yang sekarang sangat dia rindukan, Kiara juga menemukan impiannya yang lain. Impian sebenarnya untuk menjadi orang yang juga hebat seperti One Direction dan musiknya. Bukan hanya impian menjadi seorang fan beruntung yang bertemu idolanya. Just like Harry said last year.
“Kiara, what’s going on?” Harry melambai di depan wajah Kiara yang sedang melamun.
“What?! Nothing.” Tanyanya salting. “Ah iya, mungkin sebaiknya aku kembalikan ini padamu.” Kiara melepaskan beanie di kepalanya dan memakaikannya perlahan pada Harry sambil mencuri-curi kesempatan mengusap rambut keritingnya yang fenomenal. Kiara menelan ludah ketika jari-jarinya menyentuh rambut Harry lembut. Napasnya memburu. Entah makhluk apa yang sedang beterbangan di dalam perutnya sekarang. Harry menatap langsung ke dalam matanya.
“But I gave it for you!” Harry mencengkram kedua tangan Kiara.
“But I take too much.” Sambil tersenyum Kiara melepaskan tangan Harry. Jari-jarinya kembali merapikan rambut Harry sekali lagi. Sepasang mata hijau itu menatapnya minta penjelasan.
“Semua orang ingin membunuhku karena beanie itu, Harry.” Meskipun Kiara mengatakannya sambil tertawa, Harry tahu ia tidak sedang bercanda.
“I’m sorry. I put you in danger again.”
“Aaah come on, Harry it’s okay. I’m fine. I just—”
“Do you love me?”
“W-what?” Kiara terkejut mendengar pertanyaan Harry. Ia menggigit bibir saking gugupnya. “Of course! I’m a Directioner, Harry! Directioners always love One Direction. Untill the end. No matter what.”
“I’m not asking about Directioners. You.” Kiara membeku, Harry menggenggam erat pergelangan tangannya yang penuh dengan wristband One Direction kualitas nomor satu.
“I…” Kiara menelan ludah.
“I don’t know…” setelah menarik napas ia memberanikan diri menatap mata Harry. “Tapi kalau memikirkan kita akan bertemu lagi setelah hari itu, membayangkan kau ada di sini setiap mendengar lagu 1D, dan mencium postermu setiap malam berarti aku mencintaimu, maka aku amat sangat mencintaimu.”
Dunia seolah berhenti berputar ketika Harry meraih wajah Kiara dan menariknya mendekat. Harry menunduk dan menciumnya lembut. Satu lagi mimpi bodoh Kiara kini menjadi nyata.
“Kau tidak butuh poster itu lagi sekarang.” Harry menekankan bibirnya sekali lagi di tempat yang sama. Mereka berdua memejamkan mata. Kalau memang semua ini hanya mimpi, setidaknya mereka berdua memimpikan hal yang sama.
“I know it’s crazy. But I think I love you, Kiara.” Bisik Harry sambil menempelkan keningnya pada kening Kiara. Jari-jarinya otomatis menelusuri rambut gadis itu. “Not as my fan. You.”
Satu per satu butiran kristal terjatuh dari sudut mata Kiara. Ia tak bisa berpikir jernih. Semua ini terlalu luar biasa dan tidak masuk akal. Ini tidak mungkin terjadi! Harry itu artis kelas dunia, sementara dirinya?
“Is it real? Am I dreaming? Atau sejak kompetisi tahun lalu aku masih bermimpi dan belum terbangun sampai sekarang?” Kiara membekap mulutnya tidak percaya.
“Should I repeat it again, to convince you?” Harry menaikkan satu alisnya. Kiara tertawa di antara tangisnya. “Do you want to make a story with me? I promise that would be so much better than your dreams and fairytales.”
Heart attack.
“W-what? W-would you say it again, Harry?” pinta Kiara dengan suara gemetar. Air matanya menggenang. Tanpa ragu Harry meraih kedua tangannya, “Would you be my girl, Kiara?”
Senyum itu, dimples itu, mata itu…. Bagaimana bisa Kiara menolak pesonanya?
“You know I’ve waited for this in my whole life!” Kiara menjatuhkan tubuhnya sepenuhnya ke pelukan Harry. Dihirupnya aroma tubuh Harry dalam-dalam seperti waktu itu. Masih Blue de Channel.
“Say it now! Your feeling about me.” He whisper with his raspy voice.
“I love you.”
“Who? Harry from One Direction?”
“No, the boy who warmed me up when I get cold and stand up for me when I get hurt.” Kiara bisa merasakan Harry sedang tertawa lewat dadanya yang bergerak naik turun. Harry balas memeluknya, meletakkan kepalanya sepenuhnya di bahu Kiara. Wajahnya menempel di lehernya hingga Harry bisa merasakan parfum beraroma manis yang dikenakan gadis itu.
“I love you too.” bisik Harry sambil mengusap rambut Kiara sekali lagi. “And thank you… For bringing me to your heart.”
Kiara tersenyum dalam pelukan Harry. Ia sudah bangun dari mimpi. Mimpi yang sekarang bukan lagi hanya sekedar mimpi. Kini saatnya untuk mengejar mimpi yang lain. But one thing for sure… One Direction is real. Harry is real. The love is real.

No comments:

Post a Comment