Monday, August 5, 2013

I Found You


Finalis #1DFanficContest13


LOLS

“Vas Happenin Lou!!” suara zayn terdengar beberapa meter dibelakangku, aku sontak menengok dan tersenyum. “Hi Zayn” balasku tersenyum lesu. Zayn mengenakan Kupluk abu-abunya pemberian dari Niall. Ia seringkali mengenakannya saat kami pergi belanja atau hang out bersama.
“Lou, Directioners meminta kita untuk meneruskan Video diaries kembali, ayolah. Kau tentu tidak mau mengecewakan mereka kan?” Kata Zayn penuh semangat. Aku sungguh tidak bersemangat hari ini entah kenapa. Penarasaan ku tidak enak dua hari ini. Aku berusaha mnyembunyikan perasaanku kepada semuanya. Tapi aku agak takut jika bersama Zayn. Terkadang ia bisa tau bahwa kami berbohong atau hanya dengan melihat mata kami. Aku tak tahu persis kenapa bisa yang penting itulah yang sering dilakukannya kalau kami berbohong.
Aku berusaha tidak menatap matanya, lagipula dia sibuk dengan ponselnya. Ia barusaja mendapat pacar baru, namanya Perrie, setelah menjalin hubungan asmara dengan Rebecca. Aku harap ini yang terbaik untuknya. Kami jalan berdua setelah bertemu di depan Basecamp X-factor. Aku baru saja dari supermarket dan Zayn membeli makanan titipan Niall di Nandos. Zayn masih saja sibuk dengan ponselnya. Sedangkan aku sibuk bertanya-tanya apa masalahku.
Kami sampai di Basecamp, aku langsung buru-buru ke teras belakang berharap tempat itu tidak ada orang. Dan memang tidak, seperti bisaa. Tidak bisaanya aku menyendiri seperti ini. Aku membuka ponselku dan membuka sms. Hannah tidak membalas sms-ku sejak tiga hari. Dan adik-adik ku memintaku untuk segera pulang karna mereka meridukanku. Aku belum diberi waktu libur oleh X-factor. Hannah adalah kekasihku yang amat aku cintai, dia selalu baik dan     
mengerti aku. Bahkan selama ini dia selalu mensupport-ku dan selalu mendampingiku saat aku berada di panggung. Ahhh aku sangat merindukannya. Kurasa ini masalahku. Tapi aku tak bisa menyelesaikannya. Padahal mereka bilang aku adalah yg tertua yang paling bisa memberikan nasihat-nasihat baik, walaupun aku tidak terima bahwa kenyataannya aku yang paling tua.
Lalu aku menelepon ibuku dan ia tidak menjawab teleponku akhir-akhir ini. Ada apasih sebenarnya? Lalu aku membuka twitter dan Directioners memintaku untuk melanjutkan video diaries. Aku sedang unmood ya, aku ngak ngerti dengan para wanita disekelilingku.
Niall membuyarkan lamunanku. “Lewis” katanya dengan aksen Irlandia yang kental. Aku menengok dan lagi lagi mencoba tersenyum setulus mungkin seolah tidak terjadi apa-apa denganku.  “kau kenapa boo bear?” gumam Niall lagi sambil mengunyah chip yang dibawa di tangannya. “No Problemm Nialler. Give me your stuff here!!” ujarku sebisa mungkin terlihat asli. Lalu Niall memberiku Chipnya. Oh My God, Kurasa dia tahu aku berpura-pura. Aku berani bersumpah sekarang mukaku pasti kelihatan canggung gak jelas. “here you are Lou, kau kenapa? Jangan menyembunyikan sesuatu seperti itu. Ayo cerita kepadaku”. Benarkan Niall tahu, aku gak ngerti kenapa anak idiot ini bisa peka seperti ini. Apakah aku harus cerita? Ke Niall? Aku takut kalau saja dia membocorkannya. Lalu bagaimana? Aku terjebak, aku tidak bisa berbohong kali ini.
Aku tak berani berkaca walaupun dibayar brapapun. Niall tidak henti-hentinya tertawa. Baru kali ini aku kalah dengan sirakus Niall. “aku gak pernah menyangka Lou, kau seorang badut keliling bisa gelisah masalah perempuan”kikik Niall. Aku berkali-kali memperingatkannya agar tidak berbicara terlalu keras. Dia hanya tertawa. Aku salah ya menceritakan semuanya kepada Niall? 
“Jangan mengecewakanku Lou” ahhh lagi-lagi semuanya kacau. Harry menguping pembicaraanku dan menghampiriku dan Niall. Aku mau buang muka saja ke dasar jurang yang tidak berdasar. Harry dan Niall senyum-senyum melihatku. “Kau tidak seharusnya menyembunyikannya sendiri Lou” kata Harry pelan. “Betul!” Niall menambahkan. Aku hanya khawatir semuanya tahu masalah konyolku. “Ini konyol ya?” kataku bodoh kepada mereka berdua. “Masalah perempuan adalah masalah terbesar Laki-laki” suara Liam terdengar. Aku benar-benar menjadi kepiting gosong hari ini.
“Zayn memberika tahuku kalau kau terlihat berbohong, lalu aku menemuimu dan melakukannya. Yah tidak susah mengelabuimu. kau luluh ya Lou, bisa curhat dengaku”. Niall berkata panjang. “Dan kami menguping dibalik jendela” gumam Liam dan Harry terus senyum lebar. “Kill me now!!” aku teriak akhirnya. “MANA ZAYN??!!” aku agak lega dan kesal karnanya.  Aku senang bisa cerita ke semua sahabatku, dan kesal rahasiaku terbuka dengan mudahnya oleh zayn.
“Vas happenin Lou!!!!” Zayn muncul dengan topeng spiderman milikku.
***
Seperti bisaa Liam selalu bangun lebih awal, bisaanya ia membuat susu putih untuknya dan membuatkannya juga untuk kami. Aku baru saja mengusap mataku dan mengucapkan selamat pagi kepada semuanya yang sudah bangun. Kami berjanji petang nanti akan meneruskan Video Diaries permintaan directioners. Kurasa hari ini aku sudah kembali ceria, walaupun Hannah belum juga membalas sms dan mengangkat teleponku.
Aku senang tadi malam semuanya baik kepadaku, keempat sahabatku memberi nasihat baik dan menghiburku seakan aku melupakan Hannah. Adikku juga sudah meneleponku sebelum aku tidur tadi malam, ibuku bahkan sudah mengirim pesan selamat pagi untuku. Sekali aku  menguap, berharap hari ini baik dan aku bisa ceria seperti bisaa.
***
“Pagi Lou, mau cereal? Aku buatkan ya?” suara Harry meneobos lamunanku. “Aku mau Tacos, kau buat itu saja” pintaku kepadanya. “Yes Harry aku juga mau” sambar Niall tiba-tiba. Harry mengiyakan kami dengan muka agak bête.
“Tumben sekali Harry bangun pagi-pagi” tanyaku kepada Niall. “Ya, kudengar ia ingin pulang nanti sore ke Chesire menemui ibunya” jawab Niall sambil menyalakan TV. “Benarkah?” aku merasa tidak enak lagi kan, selama ini Harry lah yang paling dekat denganku. Tidur bersama, bercanda sebelum tidur dan memasakanku masakan setiap pagi. Sekarang Harry mau pulang? Akan menjadi aneh rasanya. “Iya Lou, selama seminggu mungkin. Kita sudah diberi libur seminggu Lou. Jadi nanti kita meneruskan Video Diariesnya lebih cepat. Kau mau kemana liburan ini?”. “Aku nggak tahu.” Jawabku singkat.
Kenapa Harry tidak memberi tahuku kalau dia ingin ke Chesire, tadi malam aku tidur di sofa sih. Ahh tapi aku nggak ingin pulang, aku belum mau ketemu Hannah di Doncaster. Aku malas Hannah mendiamiku beberapa hari ini, tanpa aku tahu masalhnya. Bilang saja aku belum libur kepada ibuku. Tak apalah sekali bohong. Aku ingin ikut Harry ke Chesire.
“Aku ikut ya Hazz?” Pintaku kepada Harry, sambil memuji makanannya enaaak sekali. Harry senym-senyum saja, dan yang lain sibuk makan, apalagi Niall. “Kami ikut ya Hazz?” kata Zayn. Kenapa jadi ikut semua? Harry senyum-senyum lagi dan menggaruk kepala.
 “Um….hm…I..think..that um…..” gumam Harry
 “Talk faster Mr.Styles!!” Zayn berteriak dan Niall tersendak.
Lalu Harry tertawa dan berguman lagi. “um.. I call my dad first…” gumamnya.
“Your Dad will open that house, I guess. If your dad doesn’t let us, your mum will kill him!!” sontakku keras dan semua tertawa.
“She is a good wife ever” Niall menyela.
“She treat her husband very much better!!” kataku sambil memasang wajah melecehkan.
“I think you guys are right. I kill my dad first” gumam Harry dengan lambat. Dan kami tertawa tidak terkontrol.
“Stop boys!” Kata Liam “Don’t gossiping too much, hahaha let these food in our stomach really fast. 1 2 3 c’mon!”.  Semuanya melahap makanan dengan cepat bahkan terlalu cepat. Apalagi Niall, ia memakan dengan santai tapi cepat(?) Lalu makanan habis. Dan kami meminta Harry membuatkan lagi. Haha so funny. Inilah awal yang bisaa kami lewati jika bersama. Pagi yang gila bukan. Aku pikir begitu.
***
Kami menyewa supir dan mobil pribadi untuk melaju ke Chesire, rumah Harry, tempat kami dulu. Jujur saja aku sangat merindukan tempatnya dan senyuman manis tante Anne, ibu Harry. Tetap saja, walaupun hatiku tak sabar untuk cepat-cepat sampai, Hannah tetap menguasai pikiranku. Demi Tuhan, aku nggak bisa terus menerus seperti ini, aku tekadkan dalam diriku, hanya tiga hari aku di Chesire. Selebihnya aku mau pulang ke Doncaster. Biar saja teman-temanku mau bilang apa. Aku tetap tidak bisa membohongi perasaanku sendiri.
***
Sesampai kami di Chesire, kami banyak menghabiskan waktu bersama. Kami semua senang tante Anne ramah pada kami, dia juga cantik dan sangat baik. Aku dapat melihat dengan jelas wajahnya mirip sekali dengan Harry dan kakaknya. Malamnya kami semua tidak bisa tidur, kamipun sudah menepati janji kami kepada directioners kemarin, di X-factor camp. Aku selalu merasa lebih baik setiap bertemu orang-orang yang aku sayang, kami bermain truth or dare, game favorite kami selama kami bersama. Bagiku dengan bermain ini, kami dapat mengerti satu sama lain dan saling menghargai. Kami bermain hingga larut malam dan kami tertidur begitu saja dan menunggu truth dari Harry. Dia berbicara terlalu lama hingga kami tertidur. Sungguh hari yang indah. Ku harap aku bermimpi indah.                    
  Tiga hari berlalu, saatnya aku melanjutkan trip ku pulang ke Doncaster menemui ibu dan adik-adikku, serta Hannah. Aku benar-benar merasa sangat bersalah kepada semuanya. Tiga hari benar-benar membuat kami tidak terkontrol di Chesire. Kami terlalu bahagia untuk bersama dan sama sekali tidak memikirkan posisi kami di x-factor. Bahkan kami tidak pernah latihan, tiga hari kita habiskan dengan sia-sia, maksutku untuk tertawa bersama. Aku mengikik dalam hati.
“Okay Lads! Aku pergi dulu. Jangan merindukanku ya” aku berpamitan kepada semuanya sambil senyum-senyum. Dan tante Anne membawakanku bekal yang sangat banyak.
“Terimakasih banyak untuk makanannya” lalu aku tersenyum kepada perempuan ramah itu. Lalu Harry memelukku. “Jaga dirimu Lou, aku akan sangat merindukanku” ia memelukku sangat lama. “take care lou” teman-temanku tersenyum.
“Bye!” aku melambai kepada mereka lalu memasang head-set ku. Aku harap aku pun selamat sampai Doncaster sendirian, tanpa mereka.
***
“kakaaakk...!!” adik-adikku berlari ke arahku dan memelukku. Sungguh ini adalah yang paling indah, aku sangat menyayangi adik-adikku. Begitu aku turun dari kereta, ibu dan adik-adikku menjemputku di statius bawah tanah di  dekat kafe kesukaan aku dan Hannah. Kami menuju rumah dengan taksi dan kami melewati kafe favoriteku itu. Mataku reflek menerobos kedalam lewat kaca yang mendominasi kafe itu. Dan tolong jangan bangunkan aku, aku melihatnya. Perempuan blonde dengan tubuhnya yang seksi itu mengenakan tank-top putih sedang tersenyum sangat manis dengan laki-laki brunette yang wajahnya, oke. Aku bilang ‘lumayan’ tampan. Aku yakin seyakin aku senyayangi ibuku. Dia adalah Hannah. Bidadariku yang sangat aku cintai. Lalu tenggorokanku terasa sesak. Dan otakku bekerja lebih keras. Dengan siapa bidadariku itu?
Seharian aku memikirkan apa yang tadi siang aku lihat. Kalau benar begitu, mengapa Hannah perempuan yang sangat mengerti aku setelah ibuku, tega seperti itu. Aku murung sepanjang hari, bahkan masakan ibuku tidak aku sentuh sedikitpun. Aku benar-benar tidak nafsu untuk makan. Makanan apapun. Aku bahkan menolak bermain dengan adikku dan gadis itu terlihat sedih, akupun sedih melihatnya seperti itu. Hatiku hancur seketika dengan beberapa detik yang mengerikan itu. Ini semua gara-gara perempuan itu. Kalau kata Niall, seorang badut keliling seperti aku bisa gelisah karena perempuan. Aku putuskan malam mini juga, aku mengunjungi rumah Hannah. Aku nggak bisa terus-terusan seperti ini.
Sekitar lima belas menit aku sampai dirumah besar yang aku tahu ada sekitar sepuluh anjing dihalaman dan didalam rumahnya. Aku membayar ongkos taksi dengan jantungku yang tak karuan berloncatan. Tanganku mendingin seperti hati Hannah yang mungkin telah mendingin untuk diberikannya kepadaku. Aku berusaha keras menahan air mataku yang hampir tak bisa berkompromi denganku. Dengan keringat ditanganku aku menekan bel rumah Hannah. Dua menit aku menunggu di depan pagar tak berani menekan bel lagi. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Lalu pintu rumahnya terbuka, dan aku melihat sosok gadis yang amat aku cintai habis-habisan, yang aku pertahankan habis-habisan. Hannah tersenyum canggung melihatku, aku sontak bertanya kepada hatiku, pantaskah aku berada disini. Beranikah aku menyesaikan masalahku ini. Gadis blonde itu membukakan aku pintu dan menyuruhku masuk. “Masuklah lou, diluar sangat dingin”.
Hannah membawa secangkir teh yang dicampur susu kesukaanku, aku senang ia masih ingat sedikit tentangku. Lalu ia memberikanku teh itu  dan aku menerimanya dengan canggung. Setelah kurang lebih berdiam-diaman, dia memulai menanyakankan kabarku. Demi Tuhan, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku merasa sangat canggung didekatnya. Bahkan aku belum berbicara apapun dari tadi. Aku hanya berusaha tersenyum untuk menerima pemberiannya tadi. Seorang Louis Tomlinson merasakan dirinya amat kaku untuk pertama kalinya.
“Cukup...baik” balasku singkat kepada Hannah yang menanyakan kabarku.
“Maafkan aku, aku tidak memberikamu kabar beberapa hari ini” suaranya yang cempreng terdengar jelas ditelingaku.
“Apa masalahmu? Kau tahu Hannah, aku sangat merindukanmu. Apakah aku bersalah kepadamu? Hingga kau berada di kafe kita, maksutku di Ruby in the dust bersama lelaki brunette itu?” aku bicara agak keras kapadanya, baru beberapa kali aku bicara dan aku langsung meludak seperti ini.
Aku dapat melihat raut wajahnya yang sangat merasa bersalah, matanya yang bisaanya ceria itu sekarang terlihat menahan air mata. Apakah aku salah? Apakah aku terlalu terburu-buru? Akupun merasakan hal yang sama, aku benci melihatnya sedih.
“Maafkan aku..” gumamnya.
Aku bisa dengar suaranya yang lirih. Sungguh aku tak tahan lagi. Aku benci melihatnya sedih Ya Tuhan.
“Oh maafkan aku jika itu membuatmu sedih.” Kataku. “Aku sungguh nggak tahan berada jauh darimu, tak mendapatkan perhatianmu, tak mendengar suaramu ditelepon, aku rindu membaca pesan selamat pagimu di ponselku. Aku sedih melihatmu seperti ini, Hannah”
Dari sudut mataku aku dapat melihatnya menangis, aku tak berani menatap matanya waktu aku berkata tadi. Sungguh aku benci saat seperti ini.
“Aku sungguh minta maaf Lou, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Jujur aku menyayangimu, aku merindukan pelukanmu. Aku ingin selamanya dekat dengan orang yang aku sayang...”
“Kau egois” aku memotong omongannya. Aku tahu apa yang akan dia lalukan setelah itu.
“Maaf aku tidak bisa berada didekatmu lagi, tidak bisa menemanimu lagi” ujarnya dengan matanya yang lebam. Benarkan, aku tahu apa yang akan dia katakan.
“Tak usah kau tangisi. Ini keputusanmu. Tak usah kau bilang kau menyayangiku jika akhirnya kau memutuskan hubungan ini dan meninggalkanku. Tak usah bilang kau menginginkanku jika kau mencintai laki-laki itu.” Rahangku mengeras dan aku dapat merasakan wajahku sinis dan omonganku pedas.
“Maafkan aku Lou... aku nggak tahan berada jauh darimu, dari orang yang aku sayang. Apalagi jika kau sudah tour nanti, kau pasti akan terus meninggalkanku.”
Aku benci Hannnah, aku benci melihatnya melihatnya menangis, aku benci melihatnya meninggalkanku... aku berdiri dari sofa tempat aku duduk, lalu menghampirinya yang menangis dengan menutupi wajahnya dengan telapak tangan. “Tak usah menangis, aku harap kau jauh lebih baik dengannya.” Aku peluk Hannah erat-erat dan mencium puncak kepalanya.
“Aku pergi dulu, jaga dirimu. Selamat tinggal” aku meninggalkannya, dan menutup pintu rumahnya, aku pergi dan tak sekalipun aku menyeruput teh terakhir pemberiannya. Kau bodoh Lou, ujarku dalam hati. Lalu berjalan menuju subway station.
***
Seminggu sudah, aku berpisah dengan Hannah. Yah, lagi-lagi aku bilang dia gadis yang aku sayangi. Tapi untuk sekarang aku jauh lebih baik. Teman-temanku banyak menyemangatiku, aku senang bisa mengenal mereka. Aku mulai bisa melupakan Hannah, yah setidaknya aku tahu sekarang dia sudah bahagia. Aku bahagia jika ia bahagia.
Harry seringkali mengenaliku banyak perempuan cantik, tapi belum ada yang membuatku cukup tertarik. Aku ingin sendiri dulu. Tekatku dalam hati. Banyak Directioners di twitter yang mengajakku menikahi mereka, menawarkan diri mereka untuk menjadi pacarku. Sungguh aku tak tahan godaan. Mereka men-supportku habis-habisan. Aku senang dengan itu.
Dan malam ini kami akan tampil di panggung final x-factor. Oh ibuku, kau dengar? Ini final, aku sungguh nggak percaya aku yang dulunya laki-laki bisaa saja sekarang dikenal semua orang, dulu aku hanya cowok yang suka tebar pesona di sekolah supaya perempuan menyukaiku, sekarang dengan sendirinya aku dipuja banyak perempuan di Inggris.
Kami menyanyikan lagu torn. Kupersembahkan khusus untuk Hannah.
I’m already torn..”
Aku bernyanyi dengan mata berbinar menatap tajam kekamera. Ku harap Hannah menontonku dirumah, aku tahu ia tidak akan datang. Bisaanya setiap aku di panggung x-factor Hannah selalu bertepuk tangan paling keras dan berteriak paling kencang dan menatapku hangat dari kursi penonton.
Dan... apa? Aku tadi lihat siapa ya? Perempuan cantik dengan rambutkan yang coklat berteriak kencang dan menatapku hangat. Aku tahu persis itu bukan Hannah. Tapi... jangan bilang aku menyukainya. Lou, kau baru melihatnya berteriak sudah meleleh seperti ini, bagaimana jika tersenyum kepadamu. Ujarku dalam hati. Tunggu, aku pernah melihatnya. Tapi dimana?
Kami berlima turun ke backstage, perasaanku sangat senang dapat menyelesaikan lagu itu. Ibuku pasti bangga padaku, aku bisa sejauh ini. Bagaimanapun hasilnya aku terima. Aku duduk dan minum air mineral pemberian fansku. Paul memberiku sepaket coklat berbungkus hijau dengan air mineral yang ditempatkan di tas kardus warna hijau juga. Katanya dari fansku.
Didalamnya ada surat kecil yang bertuliskan:

Untuk Louis Tomlinson, aku tahu kau takkah pernah melihatku. Aku selalu berteriak paling kencang jika melihatmu dipanggung x-factor, bahkan lebih kencang dari Hannah. Aku nggak yakin pemberianku ini bisa sampai ditanganmu, maaf hanya bisa memberimu ini. Coklat ini untuk menenangkan hatimu, air mineral ini untukmu jika kelelahan bernyanyi di panggung nanti. Aku tahu aku bukan directioners yang beruntung. Tapi aku mencintaimu.

Semoga berhasil, lots love Jxx

Follow me maybe @eleanorjcalder


Dia berteriak paling kencang? Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah gadis itu? Siapa namanya? Eleanor. Aku pernah melihatnya. Tapi dimana? Aku lupa.
“Jangan melamun Lou,” Zayn menepuk pundakku. Jangan lagi deh ia tahu apa yang aku pikirkan. “Surat dari siapa sih?” Zayn melihat lihat hadiah-hadiahku pemberian dari fans. Setiap kami di panggung sekitar 30-50 hadiah yang directioners berikan kepada kami, dan masing-masing pasti ada penerimanya. Aku tertarik yang ini… aku mencintai suratnya.
Saat kami istirahat aku iseng membuka twitterku, sangatbanyak mention yang masuk, lalu aku mengetik nama yang tadi sipengirim surat berikan. ‘@eleanorjcalder’ lalu aku search.
Aku deg-degan sekali saat ponselku loading mencari namanya, dan akhirnya muncul. Aku lihat avatarnya, dan… jangan membuatku beracanda, dia adalah gadis yang tadi, yang berteriak lebih kencang dari Hannah. Yang senyumnya lebih manis dari Hannah. Ya Tuhan, aku benar-benar meleleh. Aku lihat bionya, ‘a model…….’ Oh… aku ingat, ia model yang ada dimajalah ibuku berlangganan. Eleanor Jane Calder. Ya! Aku ingat.
Benarkan, seorang model cantik sepertinya, adalah seorang directioner yang memujaku? Aku harap saja Harry mengenaliku kepadanya hehe..
Dan malam itu juga, aku follow back si brunette cantik itu.
“Harry, kau kenal Eleanor Jane Calder?” tanyaku kepad Harry yang berada disebelahku, akupun nggak tahu Harry bisa setenar itu dikalangan perempuan cantik. Aku berkata begitu karna Harry bilang dia kenal Ele.
***
Tepat esok harinya, aku menelepon Eleanor, aku tak tahan membayangkan wajahnya setiap malam, semua teman-temanku menyemangatiku untuk mengajaknya kencan. Aku  memberanikan diri.
Aku bisa dengar suaranya canggung setengah mati, aku tahu ia kaget setengah mati. “Ya, benar aku Louis Tomlinson. Wanna go out with me?” aku meyakinkannya. “s-sure. Thank you” aku dengar suaranya halus dan sangat canggung. “Kita bertemu di studio gedung x-factor.” Kataku senang kepadanya.
Aku senang bukan main melihat gadis ini, dia berada tepat duduk disampingku di taman ditengah kota. “um… Congratulation. Aku tahu kau berhak mendapatkan juara itu” gumamnya tanpa melihat mataku. “terima kasih” aku tersenyum semanis yang aku bisa.
“Aku sangat senang bertemu denganmu..” gumamnya lagi.
Astaga, aku senang mendengar suaranya. Aku senang melihat senyumnya, wajahnya yang cantik. Aku senang membelai rambutnya yang halus. Aku tahu aku sangat terburu-buru tapi Demi Tuhan, aku sangat menyukai Eleanor.
Dan sore itu, aku mengajaknya jalan-jalan didekat Big Ben, aku berkali-kali berkata padanya kalau aku sangat menyukainya. Kami banyak bicara hari itu. Dia juga banyak tersenyum hari itu, dan aku menggandeng tangannya.
“Terimakasih, sudah menerimaku. I love you so much, Ele..” lagi-lagi aku tersenyum semanis yang aku bisa. Terima kasih Hannah, berkat berpisah denganmu aku bertemu gadis cantikku ini. Terimakasih Harry berkat ketenaranmu aku dapat meneleponnya. Terima kasih Ele, sudah mencintaiku sepenuh hatimu.

No comments:

Post a Comment