Monday, August 5, 2013

One Thing


Finalis #1DFanficContest13

by Arintya Putri Fadhila , 19

ZLS

Siapa bilang pangeran idaman selalu tampan seperti Eric di film kartun Little Mermaid? Atau sekaya Richie Rich yang mempunyai McDonalds pribadi dirumah? Pangeran idaman bagiku cukup untuk menambah semangatku dalam menulis. Terlepas dari bingkai kacamata yang tebal dan storyboardnya itu, aku mendapatkan sesuatu yang berharga darinya.

***
“Senin, semua deadline artikel harus jadi,”ucap Mr. Harry tegas. Pimpinan Redaksi ini telah muak karena deadline artikel yang tidak kunjung selesai.
“Senin? Bahkan hari Senin tinggal dua puluh jam lagi, Sir”ujar Mr. Niall, salah seorang tangan kanannya.
“Aku tidak mau tahu. Senin semua deadline harus sudah sampai dimeja kerjaku sebelum aku masuk,”Mr. Harry mengambil mantel yang tergantung lalu berlalu pergi.
Aku hanya bisa menelan ludah. Memang ini merupakan kesalahanku yang terus menunda waktu peliputan sehingga menyebabkan deadline artikel yang molor. Dengan sekali tatapan tajam dari Mr. Niall, aku sudah paham jika malam ini aku dipaksa untuk tidak tidur lagi. Menyelesaikan sebuah artikel tentang Madisson Venue yang baru dua jam lalu aku liput.
“Kau dengar, besok sebelum Mr. Harry datang, artikel sudah harus dimeja,”Mr. Niall membereskan map lalu meninggalkanku sendiri bersama secangkir Americano yang telah mendingin diruang meeting.

***

“Pagi, Sam. Hari ini kamu nggak tidur lagi?”sebuah sapaan berhasil membuat mataku terbuka beberapa derajat.
“Eh, iya. Ada deadline artikel yang harus selesai pagi ini,”jawabku sambil menyesap cangkir ketiga Americanoku.
“Semangat, ya”ia menepuk pundakku pelan. Lalu melangkah pergi menuju ruangannya.

***
Namanya Zayn Malik, dia salah satu Leader Tim Kreatif di Creative House ini. Wajahnya bisa dibilang standar, sangat standar bahkan. Kacamata frame lumayan tebal selalu bertengger manis dikedua mata indahnya. Namun bagiku Zayn adalah manusia terunik sepanjang masa. Ide-ide kreatif yang hampir selalu muncul darinya saat Creative House kami kebingungan mencari sebuah konsep untuk pelanggan.
“Tidak. Konsepnya lumayan, tapi aku yakin eksekusinya akan kurang maksimal. Tenggang waktu kita hanya satu bulan. Bagaimana kalau kita mencoba konsep baru yang lebih simple?”Zayn berdiri dari kursinya lalu berjalan kedepan, mengambil sebuah spidol lalu menggoreskannya pada whiteboard.
“….”semua peserta meeting hanya bisa diam mematung menunggu Zayn.
“See? Menghilangkan aksen elegan dan mewah. Menambah sedikit unsur abstraksi? How?”Zayn mencoba merombak konsep pembuatan iklan sebuah permen coklat yang kami kerjakan.
“No. Absolutely no. Kita tidak mau ambil resiko tinggi. Pelanggan sudah menentukan elegan dan mewah sebagai patokan utama untuk iklan kali ini,”Mr. Harry menolak tawaran Zayn dengan keras.
“Ehm, kalau boleh saya berpendapat-----,”aku hendak menyampaikan pendapatku ketika sebuah suara menghentikan semuanya.
“Sudah, lakukan saja apa yang pelanggan inginkan. Jangan merubah konsep dasar dan jangan membuang aksen elegan dan mewah pada iklan ini,”nada suara Mr. Harry naik, membuat semua peserta meeting mau tidak mau harus menuruti perintahnya.

***
Zayn tampak membereskan meja kerjanya yang penuh tumpukan storyboard. Dengan muka yang sudah sangat lelah, Zayn menata setiap storyboard dan memeriksanya agar esok hari siap diserahkan kepada Mr. Harry. Dari kejauhan aku hanya bisa mengagumi bagaimana ia bekerja keras dan mengorbankan waktu istirahatnya demi sebuah loyalitas.

***
“Hari ini Zayn menginap dikantor lagi, “ucapku saat sarapan bersama Louis, teman satu Tim Artikel.
“Zayn? Oh, Sam ayolah, sudah berapa lama kau terus diam seperti ini dan mejadi secret admirernya?”Louis tampak kesal. Memang, sudah hampir dua tahun aku memendam rasa untuknya.
“Ehm, dua tahun kurasa. Tapi Zayn memang tipikal pekerja keras ya?”aku berbicara sembari membayangkan wajah Zayn dan senyumnya yang menawan itu.
“Sam, sudah saatnya kau mengungkapkan perasaanmu ke Zayn. Paling tidak, dia harus tahu bahwa kau menyukainya,”
“Louis, please. Aku hanya ingin menyukainya diam-diam,”

***
Zayn keluar ruangan Mr. Harry dengan muka kusam. Ada sekitar lima storyboard ia bawa keluar. Dari ujung mata aku sempat memperhatikannya melepas kacamata tebalnya lalu memijit pelan keningnya. Sepertinya ia mendapat penolakan lagi dari Mr. Harry.
Ingin sekali aku menghampiri Zayn lalu menanyakan apakah  semuanya baik-baik saja, namun aku terlalu ciut nyali. Lewat Louis aku mengirimkan sekotak Jasemine Tea untuk sedikit mengurangi penatnya.
“Bilang saja kau membeli lebih Jasemine Tea ini, lalu kau berikan satu untuknya. Louis, please bantu aku sekali ini saja. Aku tidak rela melihanya terus memijit kening karena penat,”pintaku pada Louis.
“Sekali saja? Sam, sudah banyak hal yang kau berikan untuk Zayn dan semuanya lewat aku. Sekotak coklat rendah lemak saat hari valentine, susu high calcium saat project Zayn sukses, sebuah rautan pencil karena kau tahu peraut Zayn sudah rusak, dan sekarang Jasemine Tea ini? Ckckck, kurasa aku akan dibilang homo oleh orang-orang,”Louis dengan tegas menolak permintaanku.

Memang benar aku selalu meminta Louis untuk memberikan semua barang-barang tersebut. Aku terlalu malu untuk bertatap muka langsung dengan Zayn, meskipun hampir dua tahun kami bekerja di kantor yang sama.
“Kau mau aku benar-benar disangka seorang homo oleh mereka?”Louis menghabiskan kopinya lalu meninggalkanku sendiri dipantry.

***
Aku terus melihat wallpaper laptopku. Gambar seorang pria berkacamata tebal yang tengah berkutat dengan storyboard. Ya, foto diri seorang Zayn Malik. Hampir semua gadget yang kupunya memang sengaja kupasang foto diri Zayn.
“Aku harus bagaimana? Apakah aku harus memberikan ini langsung ke Zayn? Lalu kalau Zayn bertanya kenapa aku memberikan Jasemine Tea ini, aku harus menjawab apa?”aku membolak-balik kotak Jasemine Tea ditangan. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk memberikan langsung sebuah pemberian kecil ini kepada Zayn.

***

Malam ini aku sengaja pulang terlambat. Aku menunggu Zayn menyelesaikan pekerjannya dulu. Hampir dua jam aku menunggu disalah satu sudut ruangan, akhirnya Zayn berkemas dan bersiap untuk pulang. Lama kucoba untuk mengatur nafas.
“Okay Sam, berikan ini lalu pulang dan tidur nyenyak. Keep calm then do it quickly,”gumamku pelan.
Benar saja, saat aku berjalan mendekati Zayn yang tengah memakai jaketnya, jantung ini berdegup tidak karuan.  Semakin aku melangkahkan kaki, semakin cepat pula ritme jantung ini berdegup.
“Z-Zayn? Kau mau pulang?”sebuah pertanyaan bodoh begitu saja terlempar dari mulutku saat Zayn menyadari keberadaanku dan menatap tepat dikedua mataku.
“Iya, kau kenapa belum pulang, Samantha?”oh God, Zayn bahkan tau namaku. Biasanya ia hanya memanggilku Sam.
“I-ini untukmu,”aku meletakkan kotak Jasemine Tea ke meja Zayn dengan cepat.
“Apa ini, Sam?”kata Zayn sambil mengambil kotak Jasemine Tea.
“Hope you’ll like it, Zayn. Aku pulang duluan,”seketika aku berlari meninggalkan ruangan dan turun kelantai bawah. Sungguh, berhadapan dengan pangeran berkacamata itu adalah hal yang paling nervous yang pernah kualami. Lebih nervous dibanding harus presentasi liputa dihadapan Mr. Harry dan Mr. Niall.


***

From : Unknown Number
Hey, Sam? What’s wrong with you?
Why you run after you gave me that Jasmine Tea?
I don’t bite :D
Btw, do you have time next week?
Come to Coffee Shop near our office and I’ll treat you there.
PS. Thankyou for d’Jasemine Tea

-Zayn-


Oh My, you have to kill me. Tiga jam dua puluh enam menit setelah aku memberikan Jasemine Tea itu, Zayn mengajakku hangout diakhir minggu? Rasanya seperti mimpi.
“Louis, what should I do? Zayn ask me to hangout with him next week?,”aku bertanya pada Louis.
“Sam? You calling me in the midnight and ask for that? Kill me, Sam. I’ve to finish my report and tomorrow is the deadline,”Louis menjawab pertanyaanku dengan nada marah. Aku sadar, bahwa aku telah menganggunya. Lalu buru-buru aku memutus sambungan telepon dan membiarkan Loius untuk menyelesaikan report-nya.
“Okay, have a great night with you report, bestie. Night!”


***


Hal terbodoh yang kulakukan adalah tidak berani menanyakan jam berapa Zayn mengajakku bertemu di Coffee Shop. Dari pagi aku izin untuk pulang lebih awal dan menunggu Zayn didepan Coffee Shop. Sembari menunggu aku berusaha menyusun kata, agar nanti aku tidak hanya gugup dan mengeluarkan kata-kata bodoh seperti tempo hari.
Satu jam, dua jam, dan kini tiga jam setangah aku menunggu, duduk sendiri dibangku taman. Semburat jingga kini tinggal sayup-saup terlihat diufuk timur. Melihat banyak orang yang berlalu lalang, semakin membuatku khawatir. Apa Zayn benar-benar mengajakku? Apakah Zayn tidak salah kirim pesan? Jangan-jangan aku salah mengartikan maksud pesan Zayn? Kubaca ulang pesan dari  Zayn untuk memastikan.
Tiupan angin malam menyerbuku. Kunaikkan kaki kakursi taman dan memeluknya. Mencoba bertahan lebih lama untuk menunggu Zayn. Terlihat dari sini para barista di Coffee Shop telah keluar dengan mantel mereka yang tebal. Menyerah. Mungkin itu yang sebaiknya kulakukan. Hampir sepuluh jam aku duduk menunggu Zayn disini. Ditemani tiupan angin yang semakin malam semakin jahat merasuk, membuat tubuhku mengigil.
“Sam, come on. Sadar, Sam. Siapa kamu, Sam? Kamu hanya seorang staff yang tidak layak untuk bersanding dengan Zayn. Mungkin pesan itu bukan untukku. Mana mau seorang pimpinan Tim Kreatif hangout denganmu,”air mata mulai menetes.
“Samantha, please. Berhenti menyukai seorang Zayn Malik. Two years is enough, Sam,”aku bergumam sambil menepuk-nepuk kedua pipi yang hampir membeku kedinginan. Aku berdiri diam memandangi satu titik cukup lama hingga seorang datang lalu memelukku dari belakang.
“Sorry, Sam. Don’t go, let me hug you for a moment,”aku kenal dengan suara ini. Suara lelaki yang berhasil membuatku menunggu selama sepuluh jam lebih ini menyeruak diantara heningnya malam.
“Zayn? Is that you?”
“Forgive me, Sam. Aku baru menemukan rautan pensil darimu,”
“What’s?”aku kaget. Aku memutar tubuh dan menemukan Zayn –masih dengan kacamata frame tebal—berada dihadapanku, membawa sebuah kantong kertas.
“Hari ini aku tidak masuk kerja. Seharian aku mencari dimana rautan pensil pemberianmu berada. Aku kehilangan benda itu satu minggu ini. Ternyata ada didalam laci meja kerja dikantor,”Zayn mengeluarkan rautan pensil yang sudah kusam dari tasnya.
“See? Thankyou for all, Sam. Thanks for your sugarfree chocholate, high calcium milk, your Jasemine Tea, and this,”
“Did you know that im the sender of that?”Louis, aku benci padamu. Sudah kubilang untuk tidak menyebutkan namaku.
“Louis says a lot ‘bout you last week. And I realize you’re my secret admirer,”Zayn kembali memelukku.
“Zayn?”
“Hm?”
“May I be your secret admirer anymore?”
“Surely, yeap,”
“Zayn, I wanna say something to you,”
“What?”
“I cant ever be brave, cause you make my heart race. Somethin’ gotta give now, cause im dying just to make you see. That I need you here with me now, cause you’ve got that one thing,”
“One thing?”
“You’ve got my deep heart,”
“And you’ve got that one thing too,”
“What is it?”
“My heart. Jangan lagi berpikir ini cinta sepihak. I’ve tried playing it cool, girl when I’m looking at you. I can never be brave, cause you make my heart race. Shot me out of the sky, you’re my kryptonite. You keep me making me weak, frozen and can’t breathe,”
Tidak ada cinta yang sia-sia. Cinta hanya membutuhkan waktu untuk saling mengenal dan menyadari bahwa cinta itu ada. Jangan lelah untuk menunggu dan terus bertanya mengapa cinta itu ada pada urat nadi.

1 comment: